Search

Konflik Gajah dengan Manusia


Penulis: Fathrissa Amal Syifa
Mahasiswa S1 Departemen Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Unand

Padang,Salingkaluak.com,- Siapa sebenarnya predator gajah? Singa? Harimau? Sebenarnya, predator alami gajah adalah kita, manusia. Manusia seringkali menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup gajah, mulai dari penggunaan jerat, racun, tombak, hingga perampasan habitat mereka.

Kita sering kali disajikan dengan kejadian yang sulit dipahami secara logika manusia. Setiap tahun, puluhan gajah menjadi korban tindakan manusia. Mereka mati karena jerat yang tak terlihat, diracun tanpa ampun, atau tertusuk tombak pemburu tak bertanggung jawab. Tindakan memasang perangkap hingga kaki gajah terluka atau bahkan memotong belalai gajah yang merupakan alat utama hidup mereka. Kekerasan ini terjadi tidak hanya di luar akal sehat, tetapi juga melanggar segala rasa kemanusiaan dan moralitas. Ironisnya, gajah yang seharusnya menjadi bagian penting dari ekosistem malah menjadi mangsa kebijakan manusia.

Perampasan habitat alami gajah oleh manusia menjadi akar konflik. Tanah yang seharusnya menjadi lorong gajah, kini diubah menjadi pemukiman atau perkebunan manusia. Habitat gajah menjadi sempit dan memaksa gajah mencari ruang gerak baru. Gajah memiliki kepekaan yang tinggi sehingga sangat selektif dalam memilih habitatnya jika terdapat gangguan atau kerusakan pada habitat aslinya. 

Inilah yang menciptakan benturan antara kebutuhan gajah untuk berpindah dan kehidupan manusia yang terus merambah ke wilayah mereka. Konflik akan muncul ketika gajah mendatangkan kerugian atau ancaman bagi kehidupan manusia yang dapat berdampak pada menurunnya toleransi, dan persepsi negatif masyarakat terhadap gajah berupa satwa pemakan dan perusak tanaman hingga menyebabkan kerugian baik pada manusia ataupun pada satwanya itu sendiri.

Konflik berkepanjangan antara gajah dan manusia telah merenggut nyawa banyak gajah. Konflik antara gajah dan manusia menjadi salah satu faktor penyebab penurunan populasi gajah sumatera, selain faktor alih fungsi lahan (Habitat), perburuan dan perdagangan pada satwa. Penurunan populasi ini bukan hanya menjadi ancaman terhadap kelangsungan hidup gajah, tetapi juga berpotensi mengacaukan keseimbangan ekosistem.

Meskipun dihadapkan pada konflik, gajah memiliki peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Gajah membantu menyebarkan biji tanaman, membantu regenerasi hutan, dan menjaga keberagaman hayati. Untuk mengatasi konflik, langkah mitigasi perlu ditempuh, termasuk memahami dan menghormati jalur lintasan gajah.

Dr. Afni Zulkifli, Tenaga Ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, menekankan bahwa bukanlah gajah yang memasuki wilayah manusia, melainkan manusia yang memasuki rumah gajah. Gajah tidak mengerti batas administrasi. Gajah hanya mengikuti jalur lintasnya yang sama yang telah ada puluhan tahun. 

Garis lintas gajah selamanya akan seperti itu, induk gajah akan mengajarkan anaknya melewati garis jelajah yang sama selama berpuluh-puluh tahun. Bayi gajah tak bisa berpisah jauh dari induknya, ke mana pun induknya pergi, dia pasti akan mengikuti. Hal ini karena bayi gajah masih menyusu dan masih diajarkan oleh induknya tentang jenis makanan yang aman dikonsumsi. 

Oleh karena itu, membunuh induk gajah sama saja dengan membunuh anaknya juga. Proses pemuliaan gajah sangat lambat dan rumit. Mereka butuh waktu 21-23 bulan untuk melahirkan, dan gajah baru bisa hamil kembali setelah 4 tahun. Penting bagi manusia untuk memahami kerumitan ini dan menghormati peran penting gajah dalam pemuliaan alam.

Solusi terhadap konflik gajah dan manusia ini melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Perlu dilakukan penyesuaian komoditi tanaman yang ditanam di jalur lintas gajah. Pemilik kebun dapat menerapkan pembatas dengan tanaman yang tidak disukai gajah. Jenis tanaman yang dapat ditanam adalah jeruk nipis, jeruk lemon, jeruk perut, pala, kemiri, kopi, dan lada. Untuk mitigasi jangka panjang juga sudah dilakukan berbagai usaha oleh pemerintah, seperti dipasang GPS pada gajah dan bilamana gajah mulai mendekati pemukiman, perkebunan, para tim BKSDA mulai waspada supaya tidak terjadi konflik bertemu gajah dan manusia.

Pembangunan Jalan Tol Pekanbaru–Dumai atau Jalan Tol Permai yaitu bagian dari Jalan Tol Trans Sumatra yang menghubungkan Pekanbaru dengan Dumai yang berada di Riau merupakan salah satu bentuk keseimbangan antara pembangunan dan tetap menjaga lingkungan. Jalan tol ini dibutuhkan untuk menghubungkan berbagai kawasan produktif, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, memangkas jarak tempuh, biaya logistik dan tentunya menciptakan pusat-pusat ekonomi baru di Sumatra namun jalan tol ini harus membelah habitat dari Gajah Sumatera. Agar tidak mengganggu dibuatlah tol gajah dibawah jalan tol tersebut dan ditanam komoditi tanaman yang disukai gajah sehingga gajah-gajah tersebut tetap melewati jalurnya saja. Pembangunan itu tidak akan merusak lingkungan selagi pembangunan itu tetap memegang asas-asas lingkungan.

Konflik gajah dan manusia tidak hanya merugikan sisi ekologi, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi. Kerugian tanaman pertanian akibat pergerakan gajah bisa menciptakan ketidakstabilan ekonomi di komunitas lokal. 

Namun menyakiti gajah bukanlah solusi. Gajah bukan hanya sekadar binatang, mereka adalah makhluk Tuhan dengan peran penting dalam menjaga keseimbangan alam. Kekerasan terhadap gajah tidak hanya menyakiti mereka secara fisik tetapi juga merusak keharmonisan alam. Kita perlu bertanya pada diri sendiri, apakah hidup yang merusak ini layak untuk kita tinggali? kita perlu menggugah nurani dan merenung, apakah kehidupan ini sesuai dengan ajaran kemanusiaan dan keberlanjutan alam. 

Gajah bukan hanya milik hutan, mereka adalah bagian dari kehidupan kita. Sebagai satu-satunya makhluk yang berakal, bukankah kita sebagai manusialah yang harusnya bijaksana dalam berbagi ruang hidup. Konflik bisa dihindari jika kita mampu menjaga harmoni dengan alam. Ini bukan tentang membela hewan tapi tentang berbagi ruang hidup. Kita memang butuh hidup, tapi bukan hidup yang mengacaukan kehidupan makhluk hidup lainnya. Salam konservasi.