BUNDO KANDUANG
Oleh :
Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 
  
A.    PENGERTIAN 
BUNDO KANDUANG 
Arti harfiah dari Bundo Kanduang ialah ibunda atau ibu
kandung. Kalau diteliti pemakaiannya kata Bundo Kanduang dalam masyarakat
dewasa ini, akan banyak sekali ditemukan pengertiannya: 
·      Bundo Kanduang adalah
seorang raja atau ratu dari Kerajaan Minangkabau pada salah satu periode
pemerintahan yang kurun waktunya kurang jelas masanya. 
·      Bundo Kanduang adalah
panggilan kehormatan dan panggilan kesayangan seorang anak terhadap ibu
kandungnya sendiri. Panggilan atau sebutan itu lebih banyak disajikan dalam
karya seni sastra, seni drama atau seni suara. 
·      Bundo Kanduang adalah
sebutan kepada kelompok perempuan yang berpakaian adat Minangkabau sebagai
pendamping kelompok ninik mamak dalam acara-acara seremonial yang diadakan oleh
pemerintah. 
·      Bundo Kanduang adalah
sebutan terhadap seorang pendamping penghulu atau seorang ninik mamak dalam
acara-acara seremonial yang diadakan oleh pemerintah. Sebagai pribadi
pendamping  dimaksud terlihat
kadangkadang adalah istri dari penghulu atau ninik mamak yang bersangkutan. 
·      Bundo Kanduang adalah
salah satu seksi atau salah satu unit lembaga dalam lembaga kerapatan adat di
Minangkabau yang mungkin terdapat pada semua tingkat lembaga kerapatan adat itu
mulai di tingkat nagari sampai ke tingkat Alam Minangkabau. 
·      Bundo Kanduang ialah
seorang pemimpin non formal terhadap seluruh perempuan dan anak cucunya dalam
suatu kaum. Kepemimpinannya tumbuh atas kemampuan dan kharismanya sendiri yang
didukung dan diakui oleh anggota-anggota kaum yang bersangkutan. 
Adanya seorang Bundo
Kanduang dalam suatu kaum karena kaum memerlukan seorang pemimpin perempuan
yang dapat memimpin seluruh perempuan beserta anak cucu yang ada dalam kaum.
Bundo Kanduang bukanlah jabatan formal yang dipilih dan diangkat berdasarkan
pemilihan dan pengangkatan resmi. Bundo Kanduang merupakan figur seorang pemimpin
yang tampil spontan di antara perempuanperempuan yang ada. Penampilannya adalah
berkat kemampuan dan kharismanya  yang
tumbuh dari dirinya sendiri yang didukung oleh kemampuan memimpin serta ilmu
pengetahuan yang memadai. Dengan dilengkapi kejujuran dan perilaku yang baik,
penampilannya diakui dan diterima oleh semua pihak terutama oleh para perempuan
dan ninik mamak dalam kaum. 
 
B.     KEDUDUKAN BUNDO KANDUANG 
Sebagai perempuan yang
diberi kehormatan dan keutamaan menurut adat, Bundo Kanduang adalah juga penerima
ketentuan keturunan menurut garis ibu, penerima ketentuan bahwa harta dan
sumber ekonomi diutamakan untuk perempuan, penerima ketentuan bahwa yang
menyimpan hasil usaha perekonomian adalah juga perempuan, serta pemegang hak
suara istimewa dalam bermusyawarah. 
Bila ingin mengetahui
kedudukan Bundo Kanduang menurut adat baik sebagai pemimpin dalam kaum maupun
sebagai Bundo Kanduang dalam kampung, dapat dilihat dan dicermati dalam pepatah
petitih yang berbunyi sebagai berikut: 
Bundo kanduang dalam kaum;  Limpapeh rumah nan gadang,  amban paruik pagangan kunci,  pusek jalo kumpulan tali,  hiasan di dalam kampuang,  sumarak dalam nagari. Nan gadang basa
batuah;  Ka pai tampek batanyo,  kok pulang tampek babarito,  kok hiduik tampek baniaik,  
kok mati tampaik banazar,  ka undang-undang ka Madinah,  payuang panji ka Sarugo. 
 
1.     
Limpapeh rumah nan gadang 
Limpapeh
artinya ialah sebuah tiang utama dari suatu bangunan. Pengibaratan
Bundo Kanduang sebagai limpapeh, karena ia jadi orang pertama dan utama kelihatan
oleh masyarakat. Dia tampak menonjol, disegani, dihormati dan diagungkan.
Apabila tiang tengah ambruk, maka tiang yang lainnya akan berantakan.
Pengertian limpapeh disini sendiri menurut adat Minangkabau adalah seorang
bundo kanduang yang telah meningkat menjadi seorang ibu. Jadi, ibu sebagai
seorang limpapeh rumah gadang adalah tempat meniru, teladan. "Kasuri
tuladan kain, kacupak tuladan batuang, satitiak namuah jadi lawik, sakapa
buliah jadi gunuang." Seorang ibu bertugas membimbing dan mendidik anak
yang dilahirkan dan semua anggota keluarga lainnya di dalam rumah tangga. 
 
2.     
Amban Paruik pagangan kunci 
Sebagai,” amban paruik
pagangan kunci”, artinya perempuan Minang diibaratkan sebagai kain pelilit
pinggang semacam korset yang mempunyai kantong untuk menyimpan segala sesuatu
yang berkaitan dengan harta kekayaan kaum. Hal ini karena, perempuan, sesuai dengan
sifatnya yang pandai berhemat dan pandai mengatur ekonomi, maka yang menyimpan
hasil sawah ladang dipercayakan kepadanya. 
 
 
3.     
Pusek jalo kumpulan tali
Sebagai, “pusek jalo
kumpulan tali”, ibarat jala ikan, Bundo Kanduang diibaratkan sebagai pangkal
semua tali, pangkal semua benang, tempat berhimpunnya atau terkumpulnya semua
informasi dan permasalahan. Oleh karena itu, perempuan atau Bundo Kanduang, dalam
musyawarah, mempunyai hak suara dan pendapat sama dengan laki-laki menyangkut
segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam lingkungan kaumnya. Bahkan suara
dan pendapat perempuan menentukan lancar atau tidaknya pekerjaan tersebut.
Misalnya, dalam upacara pernikahan belum dapat dilaksanakan jika belum mendapat
persetujuan dari kaum perempuan atau kaum ibu. Demikian pula dalam mendirikan
gelar penghulu dalam suatu kaum baru dapat diresmikan apabila semua ibu dalam
kaum tersebut menyetujuinya. Di samping itu penggunaan harta pusaka seperti
menggadai, atau hibah dapat dilakukan tetapi harus mendapat persetujuan dari
seluruh wanita anggota kaumnya. Penggunaannya pun untuk kepentingan bersama,
misalnya untuk biaya upacara kematian, biaya upacara perkawinan anak perempuan
dan untuk memperbaiki rumah gadang (rumah adat). 
 
4.     
Sumarak dalam nagari 
Seiring dengan
berperannya seorang penghulu dalam nagari, hendaknya kaum dan penghulu yang
bersangkutan bisa pula menampilkan Bundo Kanduangnya sebagai pendukung fungsi
dan peranan penghulu itu bagi kepentingan masyarakat nagari. 
Kehadiran Bundo Kanduang
dalam setiap kegiatan dan kelembagaan akan menampilkannya di tingkat nagari
terutama yang berkaitan dengan masalah keperempuanan dan fasilitas yang menjadi
kewenangannya. 
Untuk dapat berperannya
seorang Bundo Kanduang dalam nagari, ia harus memiliki ilmu yang cukup tentang
adat, ia harus mengerti, menghayati, dan menguasai permasalahan dalam kaumnya,
serta mengerti dan menghayati permasalahan nagari dengan segala adat istiadatnya.
Bundo Kanduang yang
sukses dengan peranannya dalam nagari, ia akan menjadi Bundo Kanduang yang sumarak dalam nagari, yang terpandang,
yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting dan dihormati. Kesemarakan
Bundo Kanduang ini juga terkandung dalam pepatah petitih: 
Bundo
Kanduang dalam kampuang 
Sumarak
dalam nagari 
Nan
gadang basa batuah 
Suri
tuladan di nan banyak 
Ka
pai tamek batanyo 
Kok
pulang tampek babarito 
Kutiko
iduik tampek baniat 
Kok
mati tampek banazar 
Ka
unduang-unduang ka Madinah 
Ka
payung panji ka sarugo 
(Bundo Kanduang dalam
kampung 
Semarak dalam nagari 
Yang agung besar bertuah
Suri teladan bagi yang
banyak 
Akan pergi tempat
bertanya 
Bila pulang tempat
berberita 
Ketika hidup tempat
berniat 
Kalau telah mati tempat
bernazar Untuk kain pelindung ke Madinah Jadi payung panji ke surga). 
 
5.     
Nan gadang basa batuah 
Terjemahan harfiah nan gadang basa batuah ialah yang agung
besar bertuah. Atau kalau diterjemahkan bebas, artinya: yang diagungkan, yang
diberi kebesaran, dan dianggap atau diberi gelar bertuah. Ungkapan ini juga
bisa diberikan kepada seorang penghulu, yaitu: Ninik mamak nan gadang basa batuah. 
Dengan pengertian di
atas, maka Bundo Kanduang nan gadang basa
batuah dapat diartikan sebagai ibu kandung yang dimuliakan, diagungkan,
diberi kebesaran dan dianggap bertuah. Untuk menumbuhkan dan mempertahankan
sebutan atau predikat ini, si Bundo Kanduang yang bersangkutan harus menyadari
dan harus berupaya dengan tetap menjaga dan memelihara kemampuan, prestasi dan
moralitas yang harus ada dan melekat pada dirinya. Lain daripada itu, jika
predikat nan gadang basa batuah itu
didapat karena ia Bundo Kanduang dalam kaum, maka setiap anggota kaumnya dalam
kaum, maka setiap anggota kaumnya sendiri juga harus juga ikut memeliharanya.
Anak, cucu dan angggota kaum lainnya harus bisa tetap memuliakan, mengagungkan,
memberi kesabaran dan membertuahkannya. 
Andaikata predikat itu
juga berkembang dalam masyarakat kampung atau masyarakat nagari, di samping
dipelihara oleh anak cucu dan  kaum, ia
juga akan didukung dan dipelihara oleh anak nagari. Hal itu bisa terjadi karena
galibnya seorang yang dihormati dalam nagari, anak nagari tersebut juga
menginginkan Bundo Kanduang yang dihormatinya akan dihormati pula oleh
masyarakat lainnya seperti di tingkat kecamatan atau kabupaten. 
Seiring dengan
perkembangan zaman, dewasa ini sudah ada orang-orang yang secara temporer
dianggap sebagai Bundo Kanduang di tingkat kecamatan, kabupaten bahkan di
tingkat provinsi. Barangkali sebagian telah memenuhi kriteria yang sebenarnya,
dan mudah-mudahan semuanya akan menuju kepada kualitas diingini sesuai dengan
tingkat predikat yang disandangnya. 
 
6.     
Unduang-unduang ka Madinah, payuang panji ka
sarugo 
Sebagai,
“unduang-unduang ka madinah, payuang panji ka sarugo”, dalam pergaulan
sehari-hari Bundo Kanduang harus mencerminkan sifat-sifat baik dalam
berkata-kata bertingkah laku serta benar dalam perbuatan. Dia harus menjauhi
sifat pendusta, sebaliknya selalu berpihak dan menegakkan kebenaran serta
ahklak sesuai tuntunan agama Islam. Dimasa jahiliah berlaku pelecehan terhadap
anak perempuan. Kelahiran anak perempuan disambut dengan kematian. Wanita hanya
pembawa aib, bayi perempuan mesti dibunuh. Setelah Islam, alquran menyebut
perempuan dengan "Annisaa" dan "umahat". Perempuan adalah
bundo atau "ibu". Annisaa adalah tiang bagi suatu negeri, begitu
penafsiran tentang perempuan. Semenjak dua abad yang lalu, alquran menempatkan
perempuan dalam derajat yang sama dengan laki-laki pada posisi azwajan
(pasangan hidup) Perempuan menyimpan arti pemimpin (raja), orang pilihan, ahli,
yang pandai, dengan segala sifat keutamaan yang dikurniakan Allah kepada Nya
sebagaimana firman Allah Ta‟ala , Artinya: 
“Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”
[Ar-Rum 21]. 
Pesan Rasulullah Saw.
dalam sebuah hadist, kaum ibu itu adalah tiang utama dalam nagari, kalau mereka
baik, akan baiklah seluruh nagari, dan kalau mereka rusak, maka binasalah
seluruh nagari. Sunnah Nabi menyebutkan ; 
“Dunia itu adalah perhiasan dan perhiasan yang
paling indah adalah perempuan yang shalih (perempuan baikbaik yang tetap pada
peran, dan konsisten menjaga citranya).” 
Perempuan Minang atau
Bundo Kanduang, mestilah dapat bertingkah laku dan bersikap sebagaimana yang
diibaratkan gurindam adat berikut;  
Muluik manih kucindam murah;  Baso baiak gulo di bibie,  muluik manih talempong kato,  sakali rundiang disabuik,  takana juo salamonyo. 
C.    SIFAT DAN MARTABAT BUNDO KANDUANG 
1.      Sifat-sifat Bundo Kanduang 
Sama halnya dengan
sifat-sifat perempuan lainnya, sifatsifat Bundo Kanduang adalah juga terdiri
dari: 
-      
Patuah jo taat 
-      
Manjauhi sumbang jo
salah 
-      
Tau di larangan jo
pantangan 
-      
Bamalu jo samalu 
-      
Mampunyoi raso jo pareso 
-      
Mampunyoi taratik sopan,
dan         
-      
Tau di karajo rumah
tango. 
Di samping sifat-sifat
umum yang telah dikemukakan di atas, sifat-sifat lainnya bagi seorang Bundo
Kanduang ialah penekanan beberapa sifat umum yang diperlukan bagi seorang
pemimpin. Sifat-sifat itu di antaranya ialah: 
-      
Bana jo luruih 
-      
Cadiak jo pandai 
-      
Jujur jo dipicayo 
-      
Adia 
-      
Ramah jo panyaba 
-      
Fasiah babicaro 
 
a.      Bana jo luruih 
Bana atau benar adalah sifat
utama seorang pemimpin. Jika pemimpin tidak memiliki sifat „benar‟, sifat-sifat
yang lainnya tidak akan ada artinya. Tidak akan ada orang yang mengakui
kepemimpinannya. Bana yang dimiliki
oleh seorang Bundo Kanduang bersumber dari ilmu yang ada dalam dirinya, ilmu
yang berujung kepada aturan-aturan atau norma-norma agama, adat dan
perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah. Dan bana itu harus dilahirkannya dalam bentuk sikap dan perbuatan,
yaitu: 
Bana di hatinyo Bana di muluiknyo Bana pulo di
karajonyo.  
(Benar mulai di hatinya 
Benar menurut ucapannya 
Benar pula pada sikap
dan perbuatannya). 
Untuk itu mamang adat
mengingatkan agar seorang Bundo Kanduang jangan sampai berbuat dan berperilaku
di luar kebenaran yang hakiki, dan selalu berusaha supaya: 
Jan
babana ka ampu kaki 
Jan
babana ka pangka langan 
Jan
babana di bana surang 
(Jangan berkebenaran
pada jempol kaki Jangan berkebenaran kepada pangkal lengan Jangan berkebenaran
kepada kebenaran sendiri). 
Artinya, janganlah
kebenaran itu didasarkan  kepada paksaan,
kekuasaan, atau kepada kemauan sendiri. 
 
b.      Cadiak jo pandai 
Cadiak
artinya memiliki ilmu pengetahuan, ilmu yang banyak. Seseorang
yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan banyak, sifat dan perilakunya
digambarkan oleh pepatah petitih yang mengatakan: 
Tau
di manfaat jo mudharat 
Mangana
labo sarato rugi 
Mangana
sumbang jo salah 
Ingek
di rantiang nan ka patah 
Ingek
di duri nan ka mancucuak 
Ingek
di dahan nan ka maimpok 
Tau
di angin nan ka bakisa 
Tau di ombak nan basabuang Tau di baying kato
sampai. 
(Tahu pada manfaat dan
mudharat 
Mempertimbangkan laba
atau rugi 
Mewaspadai sumbang serta
salah 
Hati-hati pada ranting
yang akan patah 
Hati-hati pada duri yang
akan menusuk 
Hati-hati pada dahan
yang akan menimpa 
Tahu pada angin yang
akan berkisar Tahu pada ombak yang sedang bersabung Tahu pada bayangan kata
sampai/kiasan). 
Sebagai fungsional Bundo
Kanduang, ia harus memiliki ilmu pengetahuan adat yang lengkap, lebih lengkap
dari saudara-saudaranya yang lain, lebih lengkap dari anak cucunya. Bahkan
sedapatnya lebih lengkap dari kaum ibu dan Bundo Kanduang lainnya. Ia harus menguasai
ilmu  baadat
balimbago, bacupak jo bagantang (beradat, berlembaga, bercupak dan
bergantang). 
Pandai
artinya bisa meletakkan sesuatu pada tempatnya, bisa membaca
situasi dan bisa pula memanfaatkannya. Ia memiliki ilmu dan pandai
mempergunakan ilmu itu. 
c.       Jujur jo dipicayo 
Dipicayo
artinya dapat dipercaya, dapat menerima amanah dan dapat pula
menjalankan amanah itu. seorang Bundo Kanduang adalah penerima amanah untuk
memimpin saudara, anak cucu dan anggota kaum lainnya serta mengendalikan
kekayaan itu sesuai dengan fungsi, pemanfaatan dan kebutuhannya. Tanpa suatu
kepercayaan niscaya Bundo Kanduang tidak dapat memimpin dan mengendalikan anak
dan kaumnya beserta fasilitas-fasilitas yang ada dengan baik. 
Untuk dapat dipercaya,
seorang Bundo Kanduang harus memiliki sifat jujur yang jauh dari sifat-sifat
penipu, pendusta atau pembohong. Dia harus menghindarkan diri dari perilaku dan
perbuatan-perbuatan tidak terpuji. Adapun perilaku dan perbuatan-perbuatan yang
tidak terpuji itu disebutkan dalam pepatah petitih yang berbunyi: 
Mangguntiang
dalam lipatan 
Manuhuak
kawan sairiang 
Malokok
kuciang di dapua 
Manahan
jarek di pintu 
Mancari
dama ka bawah rumah 
Mamapeh
ikan dalam balango 
Papek
di lua runciang di dalam 
Tunjuk
luruih kalingkiang bakaik 
Pilin
kacang nak mamanjek 
Pilin
jariang nak barisi 
Panipo
Korong jo kampuang 
Pangicuah
anak sarato cucu 
Panjua
urang dalam nagari 
Nan
tak bamalu jo sagan 
(Menggunting dalam
lipatan 
Menohok kawan seiring 
Memukul kucing di dapur 
Menahan jerat di pintu 
Mencari damar ke bawah
rumah 
Memancing ikan dalam
belanga 
Pepat di luar runcing di
dalam 
Telunjuk lurus
kelingking berkait 
Pilin kacang tanda akan
memanjat 
Pilin jengkol tanda akan
berisi 
Penipu Korong serta
kampung 
Pengicuh anak serta cucu
Penjual orang dalam
nagari 
Yang tak bermalu, rasa
dan segan). 
 
d.      Adia 
Adia
atau adil ialah sifat dan prinsip yang akan dapat memberikan hak
orang sesuai dengan fitrah dan haknya ada. Untuk dapat menjadi seorang Bundo
Kanduang yang adil, dia harus menghindarkan sifat-sifat yang tidak terpuji yang
tergambar di dalam pepatah petitih yang berbunyi: 
Mahukum
tak adia bakato tak bana 
Kuniang
dek kunyik lamak dek santan 
Bak
umpamo mambalah batuang 
Ciek
baangkek ciek bapijakan 
Marangkuah
gadang ka awak 
Tibo
di paruik bakampihan 
Tibo
di mato bapiciangkan 
(Menghukum tak adil
berkata tak benar 
Kuning karena kunyit
enak karena santan 
Seperti cara membelah
bamboo 
Satu diangkat satu
dipijakkan 
Merangkul besar kepada
diri sendiri 
Tiba pada perut
dikempiskan Tiba pada mata dipicingkan). 
 
Beberapa contoh sifat
dan sikap adil dalam  menghadapi anak cucu
atau saudara dapat diberikan seperti: 
•     Jika anak cucu dua orang
yang sama kelamin dan sama besar badannya, kalau akan memberinya pakaian,
berilah masing-masing mereka dengan pakaian yang sama besarnya, sama ukurannya,
sama modelnya dan sama harga dan kualitasnya. 
•     Dalam hal dua anak yang
satu laki-laki dan yang satu lagi perempuan, kalau memberi mereka tugas
pekerjaan, janganlah diberikan pekerjaan yang sama jika pekerjaan itu
menghendaki perbedaan kodrat orang-orang yang akan mengerjakannya. 
•     Dalam hal ada dua
pekerjaan seperti mengerjakan sawah dan memasak di dapur, pekerjaan ini tidak
baik dikerjakan secara bersama-sama oleh dua anak yang berlainan jenis,
walaupun pekerjaan itu bisa dilakukannya. Adalah bijaksana jika anak yang
laki-laki ditugaskan ke sawah dan anak yang perempuan ditugaskan memasak di
dapur. 
•     Seorang anak yang telah
berkeluarga tinggal di rumah gadang adalah wajar kalau dia mendapat harta
pusaka sawah lebih luas dan banyak hasilnya dibandingkan dengan anak yang telah
berkeluarga tetapi tidak tinggal di rumah gadang. Hal itu karena pertimbangan
dia sering menerima tamu atau menjadi tuan rumah bagi acara-acara pertemuan
berkaum dan berninik-ninik. 
Adalah adil jika meminta
bantuan uang kepada yang kaya daripada kepada yang miskin. Adalah adil jika
meminta bantuan tenaga kepada yang kuat daripada kepada yang lemah. Contoh dua
kalimat ini mencerminkan keadilan dalam berkeluarga atau bermasyarakat yang
diarahkan oleh mamang yang berbunyi: 
Nan
kayo tampek batenggang 
Nan
cadiak tampek barundiang 
Nan
binguang ka disuruah-suruah 
Nan
kuek pambaok baban 
Nan
lumpuah pahuni rumah 
Nan
pakak pambaka mariam 
Nan
buto paambuih lasuang 
(Yang kaya tempat
bertenggang 
Yang cerdik tempat
berunding 
Yang bodoh untuk
disuruh-suruh 
Yang kuat pembawa beban 
Yang lumpuh penunggu
rumah Yang tuli pembakar meriam  Yang
buta menghembus lesung). 
 
e.       Ramah jo panyaba 
Ramah
ialah sifat atau sikap seseorang yang disenangi oleh orang lain
jika bertemu dan berhadapan. Sifat ramahtamah tersebut tercermin dalam pepatah
petitih berikut ini: 
Urang
nan elok dalam bagaua 
Mamakai
taratik sarato sopan 
Nan
mamakai baso jo basi 
Muluik
manih baso katuju 
Bakato
baiak kucindam murah 
Nan
babaso gulo di bibia 
Kok
gadang iyo bahormati 
Kok ketek lai basayangi Samo gadang lawan baiyo.
(Orang yang baik dalam
bergaul 
Yang memakai tata tertib
sopan 
Yang memakai basa-basi 
Mulut manis bahasa
disenangi 
Berkata baik tidak kaku 
Berbahasa baik gula di
bibir 
Yang tua tetap dihormati
Yang kecil selalu
disayangi Sesama besar dibawa bersama). 
Untuk memelihara
keramah-tamahannya, seorang perempuan Bundo Kanduang akan selalu menjaga diriya
agar tidak sampai bersikap dan berperilaku seperti yang disebutkan oleh pepatah
petitih ini: 
 
Elok
baso tak manantu 
Kecek
bak buni mambaka buluah 
Suko
bakato kato kumuah 
Mamakai
sifat sio-sio 
Tabiat
caba di pakaian 
Duduak
jo tagak tak nan sopan 
Katonyo
banyak ka kida 
Rundiangnyo
banyak bakucikak 
Galak
ibarat gunuang runtuah 
Tapuang
jo sadah tak babeso 
Muluik
kasa kecek manggadang 
Ati
di ateh langik biru 
Nan tuo indak bahormati Nan ketek indak
bakasiahi Samo gadang balendo sajo. 
(Berbasa basi tak
menentu 
Ucapan seperti bunyi
membakar bambu 
Suka berkata-kata kotor 
Memakai sifat sia-sia 
Tabiat lengah pada
pakaian 
Duduk tegak tak pernah
sopan 
Kata-katanya banyak ke
kiri 
Kalau berunding banyak
tingkah 
Tertawa seperti gunung
runtuh 
Tepung dan kapur sirih
tak berbeda 
Mulut kasar ucapan
angkuh 
Hati di atas langit biru
Yang tua tidak dihormati
Yang keil tidak dikasihi
Sesama besar dilanda saja). 
Panyaba
(penyabar) ialah sifat yang bisa menahan diri, sabar, tenang,
dapat mengendalikan emosi dan amarah. Sifatsifat penyabar ini dilukiskan dalam
pepatah petitih yang berbunyi sebagai berikut: 
Sifat-sifat
urang panyaba 
Manahan
diri jo siasek 
Ilemu
bak bintang bataburan 
Lawik
tak karuah karano ikan 
Gunuang
tak runtuah karano ayia 
Buminyo
lapang alamnyo leba 
Mauleh
indak mambuku 
Mambuhua
indak mangasam 
Baukua
jambo jo jangkauan 
Langkah
salasai jo ukuran 
Tagangnyo
bajelo-jelo 
Kanduanyo
badantiang-dantiang 
(Sifat-sifat orang
penyabar 
Menahan diri dengan
siasat 
Ilmunya bagaikan bintang
bertaburan Laut tak keruh karena ikan 
Gunung tak runtuh karena
kabut 
Lurah tak longsor karena
air 
Buminya lapang alamnya
lebar 
Mengulas tidak membuku 
Membuhul tidak mengesan 
Mengukur jangkau dengan
jangkauan 
Langkah mantap dengan
ukuran 
Tegangnya menjulai
menghampar ke tanah Kendurnya berdenting-denting). 
 
f.       Fasiah babicaro 
Fasih dalam berbicara
artinya lancar dalam berbicara, tidak kaku, tidak menggigil atau gregetan,
apalagi gagok (gagu) atau bisu. Di
samping lancar, juga harus memiliki kekayaan bahasa sehingga tidak sulit
menjelaskan sesuatu. 
Seorang Bundo Kanduang
harus sanggup dan mampu berbicara menyampaikan segala sesuatu kepada anak
cucunya, kepada ninik mamak dan saudara lainnya, serta kepada pihak lainnya di
luar kaum, dalam berkorong dan berkampung, serta berkoto bernagari. Kefasihan berbicara
ini disebut di dalam pepatah petitih yang berbunyi: 
Murah
kato takatokan 
Sulik
kato jo timbangan 
Kato
nan liok-liok lambuik 
Rundiang
nan liok lamak manih 
Sakali
rundiang disabuik takana jo salamonyo 
Rundiang
nan tagang-tagang kandua 
Rundiang
nan tinggi-tinggi randah 
Nan
bak maelo tali jalo 
Taraso
tagang bakanduakan 
Taraso
kandua batagangi 
Diam
di kato nan sadang elok 
Banyak
handai jo kucindam 
Banyak
galuik jo galitiak 
Ditutuik
jo muluik manih 
Dikabek
jo aka budi 
Dililik
jo baso baiak 
(Mudah kata terkatakan 
Rumit kata dengan
pertimbangan 
Ucapan yang kenyal dan
lentur 
Perundingan yang lembut
enak dan manis 
Sekali kata diucapkan
teringat selamanya 
Perundingan yang
tegang-tegang kendur 
Perundingan yang
tinggi-tinggi rendah 
Seperti menarik tali
jala 
Terasa tegang
dikendurkan 
Terasa kendur
ditegangkan 
Bertahan pada yang
sedang saja 
Banyak handai dan
perumpamaan 
Banyak gelut dan
ketegasan 
Ditutup dengan mulut
manis 
Diikat dengan akal budi
Dililit dengan basa-basi). 
             
2.      Martabat Bundo Kanduang 
Martabat seorang Bundo
Kanduang ialah tingkat kehormatan kedudukan Bundo Kanduang yang dikaitkan
dengan sifat-sifat dan kemampuannya sendiri. Martabat Bundo Kanduang itu tentu
harus didukung dan harus disanjung oleh anak cucu dan saudara-saudara yang
sekaum. Bahkan akan didukung pula oleh masyarakat di luar kaum jika
kepemimpinan si Bundo Kanduang itu juga tampak dalam masyarakat di luar kaum.
Tapi yang lebih penting dan lebih utama harus didukung, dijaga dan dipelihara
oleh Bundo Kanduang itu sendiri. 
Dalam rangka menjaga dan
memelihara martabat dan kehormatannya, seorang Bundo Kanduang harus bersifat,
berperilaku dan bertindak yang sesuai dengan hal-hal sebagai berikut: 
- Selalu berupaya menjaga agar
     adat dapat terpelihara dan berjalan dengan baik di lingkungannya. Agar
     adat itu tetap berjalan dengan baik, adat itu harus dipakai secara utuh
     menurut kebutuhannya. Pepatah mengatakan: Adat dipakai baru, kain dipakai usang. Artinya, jika adat
     dipakai terus akan tetap baru, lain dengan kain yang kalau dipakai terus
     akan usang. Untuk itu setiap Bundo Kanduang selalu berusaha agar selalu
     mengingatkan, menjaga dan memakai adat itu kepada anak cucu dan
     lingkungannya. Dalam hal ini sebuah mamang adat mengingatkan: 
Ingek di adat nan ka
rusak 
Jago limbago jan nyo
sumbiang 
Urang ingek pantang
takicuah 
Urang jago pantang
kamaliangan 
(Waspadalah pada adat yang akan rusak 
Jagalah pada lembaga
jangan sampai sumbing Orang waspada pantang terkecoh Orang jaga pantang
kemalingan). 
b.     
Mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup tentang
adat dan agama serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam
menghadapi masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya. 
- Bersikap dan berbuat serta
     bertindak tepat pada waktunya. Tahu kapan harus berbuat, memahami situasi
     dan kondisi, memahami siapa yang dihadapi dan di mana dihadapi, serta
     tidak dengan keangkuhan, tidak dalam tergesa-gesa, tidak ragu-ragu dan
     tidak lalai. Pepatah mengatakan: 
Bajalan surang tak
dahulu 
Bajalan baduo tak di tangah Malabiahi acak-acak
Mangurangi sio-sio. 
(Berjalan seorang diri tidak dahulu 
Berjalan berdua tidak di
tengah Melebihi acak-acakan Mengurangi sia-sia). 
Artinya, berjalan sendiri jangan gegabah, jangan
angkuh, jika berjalan berdua atau bersama jangan ragu-ragu, jangan setengah
hati. 
d.     
Dalam bersikap dan berbuat, serta jika mengambil
keputusan selalu hati-hati, teliti dan mempunyai pertimbangan yang matang.
Mamang dari orang tua-tua dahulu mengingatkan: 
Mangana awal jo akhia 
Mangana manfaat jo
mudharat 
Dalam awal tabayang
akhia 
Tampak kulik tabayang
isi 
Alun dimakan alah baraso
Alun dicaliak alah barupo Alun rabah alah ka
ujuang
Alun pai alah babaliak. 
(Mengingat awal dan akhir 
Mengingat manfaat dan mudharat 
Dalam awal terbayang akhir 
Tampak kulit terbayang isi 
Belum dimakan telah tahu rasa 
Belum dilihat telah tahu
rupa Belum rebah telah ke ujung Belum pergi telah kembali). 
D.    TUGAS DAN KEWAJIBAN BUNDO KANDUANG 
Tugas dan kewajiban
seorang perempuan tentu juga menjadi tugas dan kewajiban seorang Bundo
Kanduang. Pokok-pokok tugas dan kewajiban itu ialah: 
-      
Manuruik alua nan luruih 
-      
Manampuah jalan nan pasa 
-      
Mamaliharo anak cucu 
-      
Mamaliharo harato pusako 
Dalam mengemban tugas
dan kewajibannya itu setiap Bundo Kanduang harus mampu dan mengerti serta dapat
membedakan dua wilayah kepemimpinan yang berbeda ruang lingkupnya yang berada
di hadapannya. Pertama, sebagai ibu
rumah tangga yang di dalamnya ada suami, anak, cucu, dan anggota keluarga
lainnya yang diikat oleh periuk nasi si ibu rumah tangga. Kedua, sebagai Bundo Kanduang atau sebagai pemimpin
perempuan-perempuan dan anak cucu dalam kaum di bawah payung panji penghulu
kaum. 
Sebagai Bundo Kanduang
yang menjadi pemimpin perempuan-perempuan dan anak cucu dalam kaum, ia harus
mampu berbuat dan berperilaku lebih dari itu. Dalam hal berprinsip berpegang
kepada aturan yang benar dan prinsip menempuh jalan yang pasar, bobotnya tentu
relatif sama antara masing-masing perempuan biasa dan Bundo Kanduang. Namun
seorang Bundo Kanduang tentu harus memiliki kualitas yang lebih baik dari yang
lainnya. Dia adalah pemimpin, dia dituakan, dia adalah panutan, dia dijadikan
contoh dan dia dijadikan teladan pribadi. Sebab itu dia harus memiliki
kelebihan. Memiliki ilmu yang lebih dalam, memiliki pengalaman dan pengetahuan
empiris yang cukup. 
Jika ada permasalahan
yang dihadapi, baik antara sesama anak cucu atau antara saudara dalam kaum,
maupun antara anggota kaum dengan pihak luar, dia harus mampu berdiri sebagai
pemimpin yang berdiri di depan, sebagai: 
Urang
nan tinggi tampak jauah 
Nan
dakek jolong basuo 
(Orang yang tinggi
tampak dari jauh 
Yang dekat pertama kali
bertemu). 
Pengertian memelihara
keluarga harus diperluas oleh seorang Bundo Kanduang. Memelihara keluarga bukan
lagi hanya  memelihara suami, anak cucu
dan saudara sendiri, tetapi harus diperluas menjadi seluruh anggota kaum, termasuk
para menantu, yang merupakan suami-suami dari anak cucu dan saudara-saudara
yang lain. Malah harus tampil sebagai pemimpin bagi anggota kaum dalam
menghadapi kegiatan baadat balimbago
bacupak jo bagantang dalam bermasyarakat berkorong berkampung. 
Begitu juga tentang
memelihara harta dan pusaka. Bundo Kanduang tidak hanya memikirkan dan
mengelola harta dan pusaka, tetapi juga memahami dan menguasai permasalahan
tentang harato ganggam bauntuak (harta
pusaka yang sudah ada peruntukannya), harta kaum bersama, tanah ulayat atau
yang belum diperuntukkan kepada seseorang. Dia harus mengetahui dan bisa
bagaimana cara-cara memelihara, mengawasi dan memanfaatkan harta dan pusaka
itu. Dia harus bisa dan bagaimana cara-cara mengendalikan dan mengomando anak
cucu beserta saudara-saudara lainnya dalam menghadapi harta pusaka itu. 
 
E.     LARANGAN DAN PANTANGAN BUNDO KANDUANG 
Guna mendukung martabat
dan kehormatannya, seorang Bundo Kanduang harus pula menghindarkan diri
laranganlarangan dan pantangan-pantangannya. Larangan dan pantangan itu harus
betul-betul diperhatikan oleh setiap Bundo Kanduang, karena bila dilanggar akan
menimbulkan timbangan dan risiko yang lebih berat bila dibandingkan dengan
pelanggaran yang dilakukan oleh anak cucu atau saudara yang lain. Hal itu
disebabkan karena dia adalah seorang pemimpin, seorang teladan pribadi bagi
yang lainnya. 
Larangan dan pantangan
bagi seorang Bundo Kanduang adalah sama dengan larangan dan pantangan bagi
setiap perempuan di Minangkabau. Namun sebagai Bundo Kanduang, dia juga
memiliki larangan dan pantangan tambahan dan khusus sesuai dengan statusnya. 
Larangan khusus untuk
Bundo Kanduang tercermin dalam pepatah petitih yang mencela sikap dan perilaku
tidak baik. Materi dari pepatah petitih itu tidak boleh dilakukan oleh setiap
orang yang menyandang status pemimpin sekalipun ia tidak pemimpin formal.
Pepatah petitih itu berbunyi sebagai berikut: 
Karajo
kaum tak baurus 
Imbau
nan indak basahuti 
Panggia
nan indak badatangi 
Tak
tau nan tajadi dalam kaum 
Barek
nan indak samo dipikua 
Ringan
nan indak samo dijinjiang 
Sudi
siasek tak bapakai 
Karajo samo tak datang Nan babana di bana surang
Nan di urang bukan kasadonyo. 
(Pekerjaan berkaum tak
diurus 
Himbauan yang tidak
disahuti 
Panggilan yang tidak
didatangi 
Tidak tahu apa yang
terjadi dalam kaum 
Berat yang sama-sama
tidak dipikul 
Ringan yang tidak
sama-sama dijinjing 
Sudi dan siasat tak
dipakai 
Bekerja sama tak mau
datang 
Yang berbenar dengan kebenaran
sendiri Yang pada orang salah semua). 
Adapun pantangan bagi
seorang Bundo Kanduang berbunyi dalam sebuah pepatah petitih sebagai berikut: 
Bundo
kanduang gadang diamba 
Pantang
manangih maratok-ratok 
Pantang
mahariak mahantam tanah 
Pantang
marentak bakato asiang 
Usah manjujuang nan barek-barek Usah mamanjek
manjangkau tinggi Jan balari tagageh-gageh. 
(Bundo Kanduang besar
ditinggikan 
Berpantang menangis
meratap-ratap 
Berpantang menghardik
menghantam tanah 
Berpantang merentak
berkata asing 
Jangan menjujung di
kepala yang berat-berat Jangan memanjat dan menjangkau yang tinggi Jangan
berlari tergesa-gesa). 
 
Manangiah
maratok-ratok ialah menangis dengan diiringi suara dan sedu sedan. Dan lebih
tidak baik lagi kalau diiringi dengan ratapan yang berisi ulasan kata-kata,
dendang atau pantun. Ratapan ini biasanya terlihat pada ibu-ibu atau perempuan
bila ada orang yang disayanginya meninggal dunia, atau karena tidak dapat
berbuat banyak sebagai respons dari ulah seseorang. 
Mahariak
mahantam tanah ialah marah secara kasar, membentak, memaki, atau menghardik tak
terkendali dan kelihatan sekali emosionalnya. 
Marentak
bakato asiang artinya berkata-kata dengan ucapan yang kasar, kotor, dengan
sumpah serapah, atau dengan diselingi carut marut. 
Manjunjuang
nan barek-barek ialah membawa barang dengan meletakkannya di atas kepala. Membawa
barang yang berat-berat adalah tugas laki-laki. Kalaupun ada barang yang berat
harus dibawa oleh seorang perempuan (seperti baban tuo, atau padi di sawah), itupun bukan tugas Bundo Kanduang,
beban itu harus diberikan kepada yang lain yang pantas melakukannya. Hal-hal
yang boleh diletakkan di atas kepala Bundo Kanduang biasanya ialah: tikuluak (selendang atau kain penutup
kepala), talakuang (telekung atau
mukena), unduang-unduang (kain
pelindung kepala dan badan dari panas matahari), atau kain sarung yang dilipat.
Mamanjek
manjangkau tinggi ialah memanjat atau mengambil sesuatu yang lebih
tinggi dengan mempergunanakan tangga, kursi, meja atau alat lainnya yang dapat
mengangkat badan dari tanah atau lantai. Lebih janggal lagi kalau seorang Bundo
Kanduang memanjat pohon atau memanjat sesuatu tanpa tangga. Kalaupun harus juga
dilakukan dan sangat perlu sekali serta tidak ada seseorang pun yang dapat
membantu, hendaknya jangan ada orang yang melihatnya. 
Balari
tagageh-gageh artinya seorang Bundo Kanduang tidak boleh berlari, bahkan
berjalan tergesa-gesa saja tidak boleh. Jika ada sesuatu yang perlu dikejar
oleh Bundo Kanduang, harusnya menyuruh anak, cucu atau yang lain untuk
mengejarnya. 
Perbuatan melanggar
pantangan oleh seorang Bundo Kanduang akan mengurangi dan mengganggu
martabatnya sendiri, menunjukkan bahwa dia bukan seorang yang dewasa dan
berjiwa besar. Seakan-akan dia hidup sendiri dan berjalan sendiri. Semua
perbuatan dan perilaku yang menjadi pantangan Bundo Kanduang itu adalah
sebagian dari perbuatan dan perilaku anak-anak, para dubalang, atau orangorang
yang seharusnya membantu Bundo Kanduang. 
Baca Juga: HARTA PUSAKA DAN SISTEM KEWARISAN DI MINANGKABAU
