HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

3 Apotek Di Payakumbuh Dapat Teguran Keras Dari BPOM

Payakumbuh --- Di Kota Payakumbuh terdapat sebanyak 68 apotek, di antara apotek tersebut masih ditemukan ada yang mencoba "nakal" dan berujung diberi sanksi oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Payakumbuh.

Kepala BPOM Cabang Payakumbuh Iswadi, S. Farm., Apt., saat ditemui di ruangan kerjanya, Rabu (24/9) mengatakan pada tahun ini sudah ada 5 apotek yang telah diberikan sanksi oleh BPOM karena melanggar aturan pengelolaan obat di fasilitas pelayanan kefarmasian seusai dengan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2021. 

"Setelah diperiksa sesuai dengan analisis resiko, ada 5 apotek yang termasuk besar kami beri sanksi administrasi. 3 kami beri teguran keras karena menyerahkan obat ke sarana yang tidak berwenang, dan 2 diberi surat peringatan karena melanggar ketentuan pendokumentasian," ujarnya.

Kendati enggan menyebutkan nama apoteknya Iswadi menyebut saat ini sanksinya masih berbentuk sanksi administrasi. Namun dia menegaskan dan menghimbau agar apotek-apotek yang lain bisa untuk mengikuti peraturan yang berlaku, bila pelanggaran dilakukan berulang, tidak menutup kemungkinan BPOM bisa melakukan pemberhentian terhadap operasional apotek, atau sanksi administrasi yang paling keras yakni rekomendasi pencabutan izin melalui dinas terkait.

Iswadi juga menambahkan, sejauh ini di Kota Payakumbuh belum ada apotek yang diberi sanksi pidana, sanksi tersebut bisa diberikan apabila ada apotek yang melanggar ketentuan terkait dengan keahlian dan kewenangan, tidak punya izin beroperasi, serta menjual obat yang tanpa izin edar.

"Untuk saat ini belum ada apotek yang kena sanksi pidana," ujarnya.

Dia mengatakan pada 2025 ini juga merupakan tahun ke 6 adanya dana alokasi khusus (DAK) non fisik (Bantuan Operasional Kesehatan) BPOM di dinas kesehatan untuk melakukan pengawasan post market terhadap obat dan makanan di Kota Payakumbuh.

"Alhamdulillah progres yang dilakukan BPOM terus menunjukkan tren yang jauh lebih baik, kami terus melakukan pembinaan dan edukasi, apalagi dengan adanya perluasan anggaran bersama dinkes melakukan bimbingan teknis," katanya.

"Biasanya kami sering menemukan obat dan makanan yang rusak dan kadaluarsa, maka opsi pilihan pemilik usaha adalah produknya dikembalikan lagi ke distributor atau dimusnahkan oleh pemilik dan disaksikan oleh pihak BPOM, disertai berita acaranya," ungkapnya.

Iswadi didampingi timnya Dona, mengaku persoalan lain yang cukup rumit adalah masih seringnya terjadi penjualan obat keras oleh apotek kepada masyarakat tanpa resep dokter. Hal ini masih didominasi oleh perilaku masyarakat pada umumnya adalah mereka lebih memilih jalur swamedikasi karena beranggapan biaya besar yang timbul dari konsultasi ke dokter dan ingin cepat.

"Sementara namanya orang berobat, apalagi obat keras harusnya pakai resep dokter, ditentukan dosisnya dan dikontrol penggunaannya. Namun kebiasaan masyarakat kita yang ingin serba instan ini sulit diubah," ungkapnya.

Untuk informasi, selain apotek, ada badan usaha yang melakukan Pedagang Besar Farmasi (PBF), yaitu perusahaan berbadan hukum yang ditunjuk secara legal untuk mengelola dan mendistribusikan obat-obatan serta bahan obat dalam jumlah besar kepada fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek. 

Apotek bekerja sama dengan PBF untuk memenuhi kebutuhan stok obatnya, sementara PBF memastikan obat yang disalurkan memiliki kualitas, keamanan, dan legalitas yang terjamin. 

1 perusahaan yang bisa melakukan perdagangan besar farmasi di Kota Payakumbuh yakni PT. Calvindo Multi Medika. Perusahaan inilah yang bisa mensuplai obat ke apotek-apotek. Jadi apotek dilarang melakukan jual beli obat dengan apotek lain, toko obat, bahkan dengan warung sekalipun.

Di tempat terpisah, Kabid Pelayanan Promosi Sumber Daya Kesehatan Dinkes Kota Payakumbuh Juli Juwita mengatakan tugasnya terkait usaha apotek meliputi perizinan, pengawasan, pembinaan teknis, dan monitoring/evaluasi operasional apotek untuk memastikan pelayanan kefarmasian sesuai standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. 

"Dinkes juga terlibat dalam perencanaan obat dan pengelolaan sumber daya apoteker di fasilitas kesehatan, sementara untuk tugas yang lainnya seperti peredaran obat dilaksanakan oleh pihak BPOM, nanti kalau turun ke lapangan bisa juga melibatkan dinkes mendampingi," ujarnya. (FS)