Wahyudi Thamrin

Sudah Sampai Dimana Kita di 79 Tahun Kemerdekaan Indonesia?

*Oleh: Jovey Nuggraha* 

Tepat hari ini, Tujuh puluh sembilan tahun yang lalu, Sang Proklamator Bangsa, Ir. Soekarno mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan yang bukan diberikan sebagai hadiah, melainkan kemerdekaan yang diperoleh dengan penuh perjuangan darah, air mata, nyawa dan harta yang tak ternilai harganya. Pembacaan naskah proklamasi oleh Ir. Soekarno didampingi oleh Muhammad Hatta, merupakan momentum yang menandai pernyataan sikap bangsa Indonesia untuk lepas dari belenggu penjajahan yang menguasai negeri ini.

Namun pertanyaannya, 79 Tahun pasca Indonesia merdeka, apakah “kemerdekaan” itu memang dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia? 

Jika melihat data yang penulis ambil dari situs Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022. Hal ini berarti masih ada sebesar 29,90 Juta Penduduk Per Maret 2023 yang masih berada di garis kemiskinan, Pada Maret 2024, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,78 orang anggota rumah tangga. Saat ini, setidaknya per Maret 2023, ada 25,9 juta penduduk miskin di Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang pengeluarannya dalam sebulan ada di bawah standar garis kemiskinan, yaitu Rp 550.458 per kapita per bulan. Warga yang konsumsinya di atas garis tersebut tidak lagi dianggap miskin meski kenyataannya mereka masih hidup sangat rentan. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.786.415,-/rumah tangga miskin/bulan. Jumlah yang cukup, bahkan besar bukan? 

Namun, apakah kemerdekaan yang kita pahami hanya sebatas terbebas dari kemiskinan atau memperingati tanggal lahir sebuah Negara? Tentu saja tidak, banyak hal yang sebetulnya dapat menjadi aspek atau tolak ukur bagaimana sebuah negara dikatakan Merdeka secara Ideal. Bukan hanya sebatas, ada penduduk, ada wilayah, pemerintahan yang berdaulat, dan diakui negara lain (di akui secara “de facto dan de jure”) seperti yang tertuang di dalam Pasal 1 Montevideo. Tentu saja tidak, menurut penulis, sebuah negara dikatakan merdeka secara ideal bukan dilihat dari 4 aspek di atas namun kemerdekaan yang penulis pahami mencakup segala aspek dan salah satu yang penulis garis bawahi ialah “Sejahtera, dan Pendidikan yang layak bagi warga negara.

Perihal dunia Pendidikan saat ini, penulis memiliki pandangan bahwasanya dunia pendidikan Indonesia hari ini sangat jauh berada dari kata Ideal. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari Kurikulum yang sering direvisi dan minimnya apresiasi Negara terhadap tenaga pendidik dalam hal ini Guru. Jika dilihat data yang dirilis oleh beberapa sumber, anggaran pendidikan di negeri ini dapat dibilang cukup tinggi. Namun hal itu sepertinya tidak menjadi aspek yang cukup baik dalam keinginan negara untuk memajukan pendidikan menuju Generasi Emas Indonesia 2045.

Banyak permasalahan yang sebenarnya masih terjadi, tidak hanya kemiskinan, hal lainnya seperti belum meratanya daerah dengan Listrik, Fasilitas Kesehatan dan Pendidikan yang masih sulit di akses oleh “Masyarakat Kecil”, Fasilitas masih banyak yang kurang memadai, sulit nya air bersih, dan Masalah “Stunting”, yang keseluruhan masalah diatas masih menjadi “PR” besar bagi Pemimpin Negeri ini , serta banyak hal lainnya yang tentunya semua hal ini dapat menjadi catatan penting bagi pemimpin negeri ini agar Kemerdekaan yang masyarakat rasakan bukan hanya sebatas kemerdekaan secara Konstitusi, namun juga kemerdekaan yang menyangkut persoalan kesejahteraan hidup pada seluruh warga negara yang katanya SUDAH *MERDEKA* .


*-JVN*