Search

Mr. dr. Mohamad Anas

dr. Anas. Tampaknya foto ini dibuat ketika dr. M. Anas sudah berada di Belanda tahun 1949 atau sesudahnya (Foto dok. Herini Joesoef, Jakarta)

Mr dr Mohamad Anas, seorang tokoh kelahiran kota Payakumbuh ini mungkin tidak begitu dikenal di Sumatera Barat saat ini. Bahkan di Payakumbuh tempat kelahirannya nama dr Anas tidak begitu dikenal. Bisa jadi hal ini terjadi karena langkah politiknya dimasa Pemerintahan Hindia Belanda sampai masa agresi Belanda 1 dan 2 cukup berlawanan dengan gerakan pejuang kemerdekaan di daerah ini. 
 

Saat ini bisa jadi tidak banyak sejarawan Sumatra Barat yang mengetahui biografi dr. Mohamad Anas (sering pula ditulis Mr. M. Anas), terutama yang terkait dengan peran politiknya selama masa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat. Di masa PDRI, dr. Mohamad Anas, yang tinggal di Payakumbuh (rumahnya dekat Gereja), dianggap sebagai orang NICA.

Audrey Kahin (2005 [versi terjemahan]:186) menyebut-nyebut nama dr. M. Anas sebagai salah seorang yang diculik oleh kelompok-kelompok nasionalis di Sumatra Barat yang anti Perjanjian Renville dan yang ingin mengkudeta pemerintahan Residen Rasyid. Peristiwa 3 Maret [1947] itu demikian sering disebut digerakkan oleh beberapa tokoh dari partai Islam dan Adat yang antara lain dipimpin oleh Saalah St. Mangkuto. Orang seperti dr. M. Anas yang disebut sebagai pegawai tiga zaman menjadi sasaran kebencian rakyat pasca Perjanjian Renville. Banyak di antara mereka yang dikait-kaitkan pula dengan Singkarak Charter, yaitu rencana pendirian Negara Boneka Minangkabau oleh Belanda.

dr. M. Anas (kiri) dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, 1949 (Foto dok. Herini Joesoef, Jakarta)

Ada pula yang mengait-ngaitkan dr. M. Anas dengan Peristiwa Situjuah yang menewaskan 69 orang republiken. (lihat al.: Sjamsir Djohary, Peristiwa Situdjuh (15 Djanuari 1949) [Skripsi IKIP Padang, 1971]). Ia dikait-kaitkan dengan Letnan Kamaluddin alias Tambiluak yang dituduh sebagai pengkhianat bangsa, yang membocorkan pertemuan pemimpin-pemimpin PDRI Wilayah Sumatera Tengah kepada pihak Belanda. Saksi-saksi mata mengatakan bahwa Tambiluak alias Kamaluddin, salah seorang mantan pemain sepakbola andalan dari Elftal Club Horizon, adalah seorang tukang cukur pada Sutan Karajaan Barbier di Payakumbuh yang salah seorang pelanggan setianya adalah dr. M. Anas. Namun, menurut Audrey Kahin, op cit.:219) tak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Tambiluak terlibat dalam pembocoran rapat rahasia para petinggi PDRI di Situjuah kepada Belanda.

Mohamad Mohamad Anas lahir di Payakumbuh pada 10 September 1899. Namun, data yang kami ketahui mengenai biografinya juga masih fragmentaris. Fajar Rillah Vesky yang mewawancarai keluarga Mohamad Anas di Payakumbuh mengatakan bahwa dia dan istrinya berasal dari Koto gadang. Ibunya bernama Jamilah dan ayahnya berdarah Jawa, namanya Atmo Wisastro yang konon masih termasuk trah Sultan Hamengku Buwono 1. Di rumahnya di Payakumbuh pernah menginap Bung Hatta, Rosihan Anwar, dan Abdul Muis. Pengarang roman SalahAsuhan itu adalah ipar kontan dr. M. Anas karena mengawini kakaknya, Nuriah, yang mati muda. Salah seorang sahabat dr. M. Anas adalah Prof. Dr. Amir Hakim Usman, linguis Unand dan UNP yang meninggal tahun 2006.

 dr. Anas (Foto dok. Herini Joesoef, Jakarta)

Audrey Kahin dalam karyanya, Strugle for Indpendence: West Sumatra in the Indonesiaan national revolution 1945- 1950 (PhD thesis Cornell University, 1970:296), mencatat bahwa dr. M. Anas pernah mendapatkan training masalah kesehatan di Belanda. Yang jelas, dr. M. Anas dan istrinya, Djoeasa Anas, telah hijrah ke Belanda menyusul gagalnya aksi polisionil Belanda yang hendak merebut kembali Indonesia tahun 1947. Tampaknya dia punya seorang anak angkat yang bernama Nadia Anas. Tahun 1966 Nadia menikah di Den Haag dengan R. Budi Hartono yang keturunan Indonesia.

Banyak foto milik keluarga dr. M. Anas, termasuk foto 4, telah diserahkan ke KITLV Leiden. Sedangkan foto 1, 2, dan 3 adalah sedikit dokumentasi visual tentang dr. M. Anas yang masih disimpan oleh keluarganya di Jakarta. Foto 3 adalah dokumentasi visual ketika dr. M. Anas mengikuti Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (22 Agustus – 4 November 1949). Merujuk kepada afiliasi politiknya, sangat mungkin dr. M. Anas adalah anggota rombongan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) dalam Konferensi itu yang tetap menginginkan Indonesia beraada di bawah naungan Kerajaan Belanda. Oleh sebab itulah, selepas KMB, dr. M. Anas tidak mau balik lagi ke Indonesia, karena dia mungkin berpikir masa depannya di sana tidak akan menentu menyusul makin menguatnya tuntutan rakyat Indonesia untuk sepenuhnya membebaskan diri secara politis dari penjajah Belanda.

Ibu Djoesa Anas dengan seorang kolega suaminya, Den Haag 1966 (Courtesy KITLV Leiden)

Foto 4 (10 x 14 cm.) diambil waktu resepsi pernikahan Nadia Anas dengan R. Budi Hartono di Den Haag pada bulan Maret 1966. (Akad nikah diadakan pada hari Senin, 4 April jam 9:00 pagi di Balaikota Den Haag, Burg. De Monchyplein). Sebelum sampai di KITLV Leiden, foto ini dikoleksi oleh Antiquariat Minerva, Den Haag. Perempuan yang berkebaya dan berselendang yang duduk itu adalah Ibu Djoesa Anas, dan pria berkacamata dan memakai jas yang duduk di sebelahnya  adalah salah seorang teman dr. M. Anas.

Fajar mengatakan bahwa konon dr. M. Anas meninggalkan testamen di Belanda, yang diminta jemput kepada kemenakannya, Dr. Johar. Sayang sekali Dr. Johar telah meninggal pula sebelum sempat menjemput testamen itu ke Belanda. Jika testamen itu memang ada dan dapat ditemukan, mungkin akan dapat diketahui kenapa dr. M. Anas memilih pro Belanda. Kisah hidup orang-orang Minang yang pro Belanda seperti dr. M. Anas masih belum banyak terungkap dalam sejarah Minangkabau.

Mr. dr. Mohamad Anas meninggal di ‘s-Gravenhage (Den Haag) pada 6 Januari 1961 dan dimakamkan di pemakaman umum Oud Eik en Duinen, Den Haag.

Suryadi Leiden, Belanda. (Sumber foto: Herini Joesoef, Jakarta; KITLV Leiden). | Singgalang, Minggu, 16 Oktober 2011

Tayang ulang dari halaman pribadi Suryadi Sunuri Leiden Belanda

https://niadilova.wordpress.com/2011/10/17/minang-saisuak-68-si-minang-eksil-dr-anas/