Padang - Tak bisa terbantahkan, jika hari ini profesi Petani tidak begitu populer di kalangan anak muda. Apalagi bagi anak muda yang memiliki pendidikan sarjana.
Bertani kerap dianggap sebagai pekerjaan kasar, golongan bawah dan dekat dengan kemiskinan.
Pekerjaannya pun kerap dianggap kumuh, berpeluh, kusam dan selalu terlilit hutang. Masa depan petani hari ini pun masih terbilang suram.
Makanya, opsi bertani selalu menjadi pilihan terakhir. Apabila anak muda kalah dalam persaingan dalam dunia kerja dan usaha. Atau sekedar mengisi hari tua nantinya.
Bisa kita lihat bagaimana angka petani terus turun di Indonesia.
Di tahun 2020, jumlah petani di Indonesia itu 29,96 persen dari 135,3 juta jumlah penduduk usia profuktif. Artinya, jumlah petani di tahun 2020 mencapai 40,65 juta jiwa.
Kemudian turun drastis di tahun 2021 pada angka 35 juta jiwa. Artinya, setiap tahun Indonesia kehilangan jutaan petani.
Jangan heran, jika harga pangan makin hari makin mahal.
Jangan heran pemerintah terus import pangan.
Jangan heran, orang sakit makin banyak. Ini karena kualitas pangan yg dikonsumsi makin hari makin menurun. Bahkan sampai ada kasus beras oplosan.
Jika dunia pertanian makin pelik, ekonomi juga makin sulit. Inflasi meroket, harga pangan tinggi, isi dompet pun makin seret.
Hari ini, Petani makin sedikit. Berbanding terbalik dengan lonjakan jumlah penduduk yg makin naik. Kenapa bisa begini?
“ Karena tak sebanding nya pendapatan dengan pengeluaran” Fenomena nya adalah besar pasak dari pada tiang.
walaupun dengan harga panen yang sekarang ini disebut pada posisi yg lumayan tinggi, akan ttpi tdk mampu menutupi biaya Produksi dan modal Petani yang masih tergolong lumayan besar juga.
Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah:
1. Karena Mahal nya harga pupuk, masyarakat sulit untuk mendapatkan dan membeli pupuk yang berkualitas bagus.
ini yang akan kita perjuangkan agar masyarakat memperoleh pupuk yg lebih berkualitas dgn Subsidi pemerintah
2. Biaya Produksi yg tinggi dan masih manual.
ketika orang luar berlomba-lomba mengembangkan tekonologi pertanian menjadi lebih baik.
Masyarakat petani kita yg Umum nya Paroh Baya hingga lansia, masih banyak yang tidak paham bakan kemajuan teknologi pertanian,
teknologi pertanian ini tidak menarik perhatian berbagai kalangan, Masyarakat kita masih awam degan teknologi dan juga tidak penasaran dengan penemuan teknologi pertanian terbaru itu.
jika dibandingkan dengan alat-alat yang canggih sekarang ini, alat tradisional tersebut tentu akan kalah dalam segi kecepatan, kualitas, dan lain-lain.
Apa keunggulan/ Dampak Positif Dari Teknologi Pertanian :
1. Mempercepat pekerjaan petani sehingga hal ini meringankan kerja petani di sawah.
Adanya Alat Pertanian Modern
Alat pertanian memiliki pengaruh besar dalam produktivitas produk yang dihasilkan dari bertani.
Penggunaan alat yang canggih pun akan berpengaruh pada kegiatan bercocok tanam, sehingga pekerjaan menjadi lebih cepat yang tentunya hasil panen pun akan lebih banyak. Selain lebih cepat, tenaga yang digunakan pun tidak akan sebesar penggunaan alat yang tradisional jika dilakukan dengan teknologi pertanian
Contoh Alat Untuk Mendukung Teknologi Pertanian dengan
Mesin pemanen padi :
Kelebihan dari alat canggih ini kapasitas kerja yang terbilang cepat karena dalam waktu 2 atau 3 jam per hektar. Kalau pakai tenaga manuà l tentu akan sampai 50 bahkan 70 org 1 Ha..
2. Dampak yang kedua adalah meningkatkan hasil produksi dalam pertanian.
Meningkatkan pendapatan petani
Dengan adanya teknologi yang berperan penuh dalam pertanian, tentu akan berpengaruh juga pada pendapatan petani. Seperti halnya penggunaan benih unggul yang akan menghasilkan padi yang berkualitas serta jumlah yang dihasilkan dari setiap tungkai nya pun akan lebih banyak dari biasanya.
Dengan demikian hasil panen yang didapatkan dari penggunaan benih unggul akan meningkatkan nilai jual dari biasanya.
Maka dari itu, inilah peran Generasi muda kita untuk menjadi Generation of change yg akan melakukan Perubahan.
Sedangkan Para orang tua pun enggan mendukung anaknya untuk bertani. Karena masa depan bertani belum ada jaminan hingga hari tua
“Ngapain sekolah tinggi-tinggi, tapi ujung-ujungnya malah megang cangkul”.
Walaupun kalimat ini kerap muncul sebagai kata sindiran. Tapi sangat tajam akan stabilitas pangan dan ekonomi nasional.
Paradigma dan fenomena seperti ini juga terjadi pada anak-anak muda Sumatera Barat. Mereka lebih memilih pekerjaan di sektor lain, ketimbang bertani.
Bayangkan jika Sumatera Barat benar-benar krisis petani. Lahan makin sempit dan Teknologi pertanian tidak dikembangkan. Pemerintah pasti import pangan. Import beras dan lainnya.
Jika pangan hasil import melulu, harga pasti tinggi. Ekonomi amburadul, kemakmuran makin jauh, kriminalitas juga akan tinggi
Hari ini, sudah wajib bagi kita semua untuk peduli pada dunia pertanian. Apalagi Sumatera Barat yang dulu dikenal sebagai lumbung pangan Nasional.
Masyarakat Sumbar harus melek akan persoalan ini. Tidak hanya sekedar menikmati apa yang dihasilkan petani. Tetapi turut hadir bersama-sama untuk mensejahterakan petani.
Petani adalah pahlawan kehidupan. Mereka menyambung hidup orang banyak. Anak muda juga harus berkontribusi banyak. Demi kehidupan anak cucu kelak.
Payung hukum untuk hak-hak petani yang tertuang pada UU No 19 tahun 2013 masih sekedar coretan kertas. Pemerintah dan wakil rakyat belum menaruh kepedulian penuh dalam merealisasikan UU ini. Ini karena petani belum punya orang kuat untuk mewakili segala ide dan aspirasi mereka.
Nurkhalis, Koordinator Gerakan Pemuda Tani (Gempita) Sumatera Barat