Search

MENGUBAH KEGAGALAN

 

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh

 

 

Art Fry dan Post-it Notes

Ada sebuah kisah menari. Tentang mengubah kegagalan menjadi keberhasilan dengan memanfaatkan kesempatan. Jika kesempatan itu datang. Kisah yang dimaksud terjadi di perusahaan 3 M. perusahaan itu mendorong kreativitas para pekerjanya. Memberikan peluang bagi para penelitinya untuk menggunakan 15% dari waktu mereka pada proyek tertentu yang menarik minat mereka. Kebijakan ini membawa manfaat yang fantastis bukan hanya bagi para pekerja, tetapi juga untuk perusahaan. Banyak sekali cetusan ide yang menghasilkan produk-produk yang laris dipasaran. Dengannya, peningkatan keuntungan perusahaan 3 M sangat mengagumkan.

Sebagaimana diceritakan, seorang ilmuwan di perusahaan 3 M yang memanfaatkan waktu untuk berpikir kreatif adalah Art Fry. Pikiran kreatif itu muncul ketika potongan-potongan kertas penanda halaman bukunya, terus menerus jatuh berserakan ke lantai.

Suatu hari, Fry mendapat inspirasi. Dia teringat akan suatu perekat yang dikembangkan oleh Spencer Silver– koleganya yang dianggap gagal oleh banyak orang karena perekat ciptaannya tidak dapat melekat dengan baik. Fry mengatakan, “Saya mengoles perekat itu pada kertas dan melihat bahwa kertas itu bukan hanya menjadi penunjuk halaman yang baik, tetapi juga untuk mencatat sesuatu di atasnya.” Dia melanjutkan, “Kertas itu akan tetap di tempatnya selama engkau suka dan engkau dapat membuangnya tanpa harus merusakkan kertas buku yang kau tandai. Kemudian ia dapat direkatkan kembali pada halaman yang lain berkali-kali.”

Art Fry memenangkan hadiah besar. Hasil produknya disebut “Post-it Notes” dan menjadi produk 3M yang sangat laku di pasaran. Apa yang pernah dianggap sebagai kegagalan oleh banyak orang dapat menjadi kesuksesan dengan pemikiran yang kreatif dan pemanfaatan kesempatan yang baru.

Di antara ciri seorang pemenang adalah, ia mampu menangkap peluang di setiap kegagalan. Baik dari kegagalan dirinya maupun dari kegagalan orang lain. Sebenarnya antara kesuksesan dan kegagalan sangat beda tipis. Dan bisa dikatakan, kegagalan adalah kesuksesan itu sendiri. Namun, prinsip ini tidaklah mampu dipegang oleh semua orang. Karena ada di antara mereka yang menganggap kegagalan adalah batu besar yang menghimpit dada, sehingga ia tidak mampu bangkit darinya. 

 

King and Carries

King, ditinggalkan ayahnya ketika berusia tiga tahun. King dan kakaknya dibesarkan oleh ibunya yang bekerja di restoran untuk menghidupi mereka. Di usia tujuh tahun, King telah menulis cerpen pertamanya. Ia telah menjadi penggemar film horor di masa remaja. Selama di sekolah menengah, ia tidak begitu istimewa. Ia bukan orang terpandai atau orang terbodoh di kelasnya.

Di tahun pertamanya di universitas, ia berhasil menyelesaikan novel pertamanya. Ia menyerahkannya kepada penerbit, tetapi ditolak. Penerbit menolak novelnya dengan reaksi yang buruk, yakni membuang buku itu. Di waktu lain, ia berhasil menjual ceritanya yang lain hanya dengan harga US$ 35.

Di bulan Juni 1970, King lulus dari Universitas Maine dengan gelar Sarjana Muda Sastra Inggris dan ijazah untuk mengajar di sekolah menengah. Karena tidak berhasil menjadi guru, ia menerima pekerjaan tidak tetap sebagai buruh di sebuah industri pakaian. Bahkan, ia pun mau bekerja sebagai penjaga pom bensin untuk upah sebesar US$1.25 per jam.

Di bulan Januari 1971, ia menikah. King memenuhi kebutuhan hidupnya dengan uang hasil penjualan cerpennya ke majalah pria dan uang simpanannya. Bahkan, di satu waktu, ia harus memakai uang pinjaman dari siswa istrinya.

Di musim gugur tahun 1971, ia berhasil mendapat pekerjaan sebagai guru di Akademi Hampden dengan pendapatan US$ 6,400 per tahun. Ia menulis cerpen di malam hari dan di akhir minggu. Ia terus menulis cerpen dan novel untuk menaikkan pendapatannya. Kebanyakan dari hasil karyanya ditolak.

Suatu hari, ia mulai menulis sebuah cerita tentang gadis remaja bernama Carietta White. Setelah menyelesaikan beberapa halaman dan mengingat banyaknya penolak yang telah ia alami, ia berpendapat bahwa cerita ini tidak bagus. Ia remas kertas itu dan dilemparnya ke tempat sampah. Istrinya mengambil kertas-kertas itu, membacanya dan mendorong dia untuk menyelesaikanya. Akhirnya, novel itu selesai di bulan Januari 1973.

Novel itu sangat menarik bagi para penerbit. Akhirnya, hak untuk menerbitkan novel yang berjudul Carrie itu diperoleh New American Library seharga US$ 400,000,00 pada tanggal 12 Mei 1973. Dengan pendapatan sebesar itu, Stephen King memutuskan akan mengoptimalkan waktunya untuk menulis novel dan berhenti mengajar. Sekarang, Stephen King adalah pengarang buku paling sukses. Bukunya telah diterjemahkan ke dalam 33 bahasa, diterbitkan di 35 negara, dan telah dicetak lebih dari seratus juta buku.

Pada satu waktu, kelima  bukunya pernah masuk dalam daftar “New York Times Best Sellers”. Menurut majalah Forbes, ia adalah pengarang terkaya di dunia. Di tahun 1996 saja, pendapatannya sebesar US$ 84 juta. Banyak hasil karyanya yang telah difilmkan ke layar lebar, antara lain: Carrie, The Dead Zone, The Sining, Christine, Salem‟s Lot, Firestarter, Cujo, Misery, The Shawshank Redemtion, dan The Green Mile. 

Kepedihan, penderitaan, dan kegagalan bukanlah sebuah “kabar buruk” bagi jiwa-jiwa penuh semangat. Justru kepedihan, penderitaan, dan kegagalan merupakan cambuk yang luar bisa untuk mempercepat kesuksesan. Jika kita baca sejarah, orang-orang besar itu rata-rata mereka hidupnya dalam serba kekurangan dan pernah mengalami kegagalan.

Dengan demikian, tidak bijak kiranya, jika memandang “hal buruk” dengan “kacamata hitam”, karena seindah apapun pemandangan, maka tetap akan terlihat gelap. Sebaliknya, pandanglah segala peristiwa dengan “kacamata putih”, niscaya kegelapan pun akan terlihat sedikit terang. Artinya, jika sikap terhadap kegagalan itu “bukan gagal”, maka kegagalan justru akan dipandang sebagai tabungan kesuksesan.        

 

Charles Schulz and Peanuts

Charles  tidak lulus seluruh mata pelajarannya di tingkat delapan. Ia memeroleh nilai nol untuk fisika dan bahasa Inggris. Buruk di olahraga dan kalah bertanding di musim kompetisi. Di sekolah, tidak ada seorang pun yang peduli padanya. Ia akan terheran-heran bila ada teman sekelasnya yang menyapanya sepulang sekolah.

Karena takut ditolak, ia tidak pernah memiliki teman dekat. Shulz tahu, ia seorang pecundang. Teman-teman sekelasnya tahu itu. Setiap orang mengetahuinya. Ia pun pasrah. Ia memilih menjadi apa yang ditakdirkan untuknya.

Bagaimanapun juga, ia bangga terhadap satu karya seninya! Tidak seorang pun yang menghargai karya itu. Di akhir-akhir masanya di SMA, ia berhasil membuat kartun. Namun kartun-kartun karyanya ditolak oleh penerbitpenerbit besar. Meski ditolak, ia tetap memutuskan untuk menjadi seorang kartunis professional. 

Setelah menyelesaikan SMA, Schulz melamar ke Studio Walt Disney. Ia diberikan satu subyek untuk suatu kartun dan diminta untuk mengirimkan contoh beberapa karyanya. Walaupun telah mengerahkan waktu yang banyak untuk gambar-gambar itu, kartunnya tetap ditolak.

Akhirnya, ia memutuskan untuk menulis biografinya sendiri dalam bentuk kartun seorang anak laki-laki yang gagal dan tidak pernah maju. Tokoh kartun itu adalah Charlie Brown, si anak laki-laki yang tidak pernah berhasil menaikkan layang-layangnya dan tidak pernah berhasil menendang dalam olahraga rugbi. Komik strip ciptaannya yang terkenal sedunia adalah Peanuts dan Si Gagal. Itu adalah Charles Schulz.

Ketika Charles Schulz meninggal, karyanya bernilai ratusan juta dollar dan seluruh dunia berkabung atas berakhirnya komik strip Peanuts. Penolakan dan kegagalan bagi „sang pemenang‟ merupakan pupuk subur untuk menumbuhkan semangat. Semakin banyak penolakan, semakin banyak kegagalan maka jiwanya semakin bangkit untuk berlari mengejar kesuksesan.     Sekali lagi berlari ‟ bukan berjalan‟. Merekalah pembunuh dari keputusasaan. Merekalah penghancur dari setan kemurungan‟. 

Saya jadi teringat kisah M. Fauzil Adhim, Penulis buku buku best seller. Ia menjadi sukses seperti sekarang, karena dirinya mampu mengubah penolakan naskahnya dengan kerativitas yang luar biasa. Sehingga, saya tidak menyangka, kalau M. Fauzil Adhim, pernah mengalami hal yang buruk dalam hidupnya. Menyesallah orang yang „pernah‟ menolak karyanya.

 Baca Juga: KESABARAN