Palu memang membuat kita pilu, tapi jangan sampai membuat kita berlarut-larut. Palu harus bangkit. Harus dapat belajar dari peristiwa ini, dan tidak dilupakan. Mempelajari masa lalu mungkin akan membantu kita mengerti mengapa bisa begini ?
Peta jadul, jaman dulu, akan sangat membantu mengerti seperti apa tataguna lahan di Palu jaman dulu.
Peta
tahun 1938 yang dibuat oleh Kruyt ini menunjukkan bahwa kota Palu masih
hanya di pinggir pantai saja. Hampir seluruh kota Palu yang sekarang
adalah persawahan. Ini jelas menunjukkan bahwa kota palu daerah yang
subur dan banyak air.
Ada
sebuah saluran air di sebelah Timur Petobo, sampai ke Sigi, saluran ini
disebut "Saluran Irigasi Gumbasa". Saluran ini mirip saluran Mataram
yang melintasi Jogja, yang menghubungkan Sungai Progo dan Sungai Opak.
Sebagai sebuah saluran irigasi, pengairan sawah.
Untuk melihat di Google Street dapat diklik disini
"Nah ini saluran menarik Pakde. Katanya ada yang jebol membuat banjir bandang"
"Iya itu didongengkan selanjutnya ya ?"
Dengan
melihat peta-peta jadul ini kita dapat mengetahui bagaimana
perkembangan sebuah kota. Pelajaran khusus bagi kawan-kawan yang bekerja
dan belajar tentang tataguna wilayah.
Ekstraksi - Mitigasi - Konservasi
Pengembangan wilayah dengan dasar sumberdaya alamnya saja (Ekstraksi) tidak cukup, harus mengerti dan memperhitungkan ancaman fenomena alam yang merusak supaya tidak menjadi bencana (Mitigasi), dan juga harus difikirkan pengelolaan supaya tetap langgeng (sustain) dengan konservasi wilayah yang seimbang (Konservasi).
Setiap daerah tentunya dapat saja dipakai peruntukan sesuai kondisi
ideal, namun alam memberikan peringatan-peringat yang harus dimengerti
konsekuensinya.
"Jadi gimana dengan likuifaksinya ?
"Nah, tunggu di dongengan selanjutnya"