Search

Berikut contoh-contoh Quetes Tan Malaka yang diambi dari berbagai bukunya:



“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” 

 “Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil sendiri. 

“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan” 

“Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi” 

“Kalau suatu negara seperti Amerika mau menguasai samudra dan dunia, dia mesti rebut Indonesia lebih dahulu buat sendi kekuasaan. 

“Bahwa kebiasaan menghafal itu tidak menambah kecerdasan, malah menjadikan saya bodoh, mekanis, seperti mesin.” 

“BerGelap-gelaplah dalam Terang, Berterang-teranglah dalam Gelap!”

“Modal bisa memenjarakan manusia, membuat manusia bekerja tanpa henti dari jam 5 subuh sampai jam 8 malam untuk kekayaan orang lain.” 

“Belajarlah dari Barat, tapi jangan jadi peniru Barat, melainkan jadilah murid dari Timur yang cerdas” 

“Bila seseorang ingin menaiki tangga sosial dan kebudayaan mestilah merdeka lebih dulu dan pengetahuan tentang kemerdekaan, di Baratlah dilahirkan dan dipergunakan.” 

“Jeruk sebagai benda, lembu sebagai benda, bumi dan bintang sebagai benda, ya, "engkau" sebagai benda, tak ada buat saya. Yang ada cuma ide, pikiran, pengertian, gambaran dari jeruk, lembu, bumi, bintang dan engkau. "Engkau",kata hume, cuma "ide" buat saya. 
Dengan begitu Hume yang membatalkan benda dan mengaku ide saja, membatalkan adanya diri sendiri, mengakui, bahwa sebetulnya dia sendiri tak ada.

“Berpikir besar kemudian Bertindak” 

“Cuma manusia pengecut atau curang yang tiada ingin melakukan pekerjaan yang berat, tetapi bermanfaat buat masyarakat sekarang dan dihari kemudian itu” 

“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali" - Tan Malaka ” 

“Revolusi Indonesia, bukanlah Revolusi Nasional Semata-mata, seperti diciptakan beberapa gelitir orang Indonesia, yang maksudnya cuma membela atau merebut kursi buat dirinya saja, dan bersiap sedia menyerahkan semua sumber pencaharian yang terpenting kepada Semuanya 
bangsa Asing, baik Musuh atau sahabat. Revolusi Indonesia, mau tak mau terpaksa mengambil tindakan ekonomi dan sosial serentak dengan tindakan merebut dan membela kemerdekaan 100%. Revolusi kemerdekaan Indonesia tidak bisa diselesaikan dengan dibungkusi dengan revolusi-nasional saja. Perang kemerdekaan Indonesia harus Diisi dengan jaminan sosial dan ekonomi sekaligus.” 

“Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi.” 

“Kalau sistem itu tak bisa diperiksa kebenarannya dan tak bisa dikritik, maka matilah Ilmu Pasti itu.” 

“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakatyang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali" 

“Sudah tentu seorang pengarang atau penulis manapun juga dan berapapun juga adalah murid dari pemikir lain dari dalam masyarakatnya sendiri atau masyarakat lain. Sedikitnya ia dipengaruhi oleh guru, kawan sepaham, bahkan oleh musuhnya sendiri.” 

“Bukankah seseorang pelarian politik itu mesti ringan bebannya, seringan-ringannya? Ia tak boleh diberatkan oleh benda yang lahir, seperti buku ataupun pakaian. Hatinya terutama tak boleh diikat oleh anak isteri, keluarga serta handai tolan. Dia haruslah bersikap dan bertindak sebagai "marsuse’’ (angkatan militer siap gempur) yang setiap detik siap sedia buat berangkat, meninggalkan apa yang bisa mengikat dirinya lahir dan batin.” 

“Seperti seekor semut hanyut bergantung pada sepotong rumput yang diayun-ayunkan gelombang.” 

“Tetapi kalau Madilog masih kekurangan bentuk, saya pikir dia tidak kekurangan sifat.” 

“Kebaikan buat masyarakat itu bergantung kepada watak masyarakat, dan didikan masing-masing orang.” 

“Murid yang cerdik juga insyaf, bahwa kalau dia sudah tahu satu cara, satu undang, satu kunci buat menyelesaikan satu golongan persoalan, maka tiadalah ia mengapal berpuluh-puluh persoalan atau jawabannya puluhan atau ratusan persoalan itu, tetapi dia pegang cara atau kuncinya persoalan tadi saja.” 

“Seorang tukang tak akan bisa membikin gedung, kalau alatnya seperti semen, batu tembok dan lain-lain tidak ada. Seorang pengarang atau ahli pidato, perlu akan catatan dari buku musuh, kawan ataupun guru. Catatan yang sempurna dan jitu bisa menaklukan musuh secepat kilat dan bisa merebut permufakatan dan kepercayaan yang bersimpati sepenuh-penuhnya. Baik dalam polemik, perang-pena, baik dalam propaganda, maka catatan itu adalah barang yang tiada bisa ketinggalan, seperti semen dan batu tembok buat membikin gedung. Selainnya dari pada buat dipakai sebagai barang bahan ini, buku-buku yang berarti tentulah besar faedahnya buat pengetahuan dalam arti umumnya.” 

“Bahwa mereka pekerjalah, yang menduduki lantai ekonomi perekonomian Indonesia.” 

“Yang kuat perindustriannya, itulah pihak yang mesti menang.” 

“Sudah pernah seorang pengarang buku di Amerika meramalkan, bahwa kalau satu negara seperti Amerika mau menguasai samudra dan dunia, dia mesti rebut Indonesia lebih dahulu buat sendi kekuasaan.” (Rully Harmadi TMI)

“Yang tajam balik bertimbal, kalau tak ujung pangkal mengena.”