HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Audiensi Dengan Menteri Keuangan, ADAKSI Sampaikan Berbagai Keluhan

ADAKSI AUDIENSI DENGAN MENKEU PURBAYA: KELUHKAN HUTANG TUKIN DOSEN 2020–2024, PROBLEMATIKA KEUANGAN PTN BLU/BH, DAN STAGNANSI TUNJANGAN FUNGSIONAL DOSEN SELAMA 18 TAHUN


Jakarta,Salingkaluak.com,  — Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) melaksanakan audiensi resmi dengan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Dr. Purbaya Yudhi Sadewa, pada Jumat (21/11) pukul 09.00–10.15 WIB di Gedung Cakti, Kementerian Keuangan RI. Pertemuan ini menghadirkan sepuluh perwakilan ADAKSI: Dr. Fatimah, M.Si; Anggun Gunawan, S.Fil., M.A; Ir. Eliyah A. M. Sampetoding, M.Kom; Prof. Dr. Nikolas Fajar Wuryaningrat, MSc; Nur Rahmansyah, S.Kom., M.Kom; Mitra Yadiannur, M.Pd; Nova Abriano, S.E., M.M; Dr. Rudyanti Dorotea Tobing, S.H., M.Hum; Dicky Perwira Ompusunggu, S.E., M.Si; dan Prihartini Ade Mayvita, S.E., M.M. Sejumlah pejabat Kemenkeu turut hadir mendampingi Menteri Keuangan selama jalannya dialog. Audiensi ini menjadi forum penting untuk menyampaikan persoalan strategis yang selama bertahun-tahun membebani dosen ASN dan menghambat penataan sistem pendidikan tinggi nasional.

*Tiga Isu Strategis yang Diajukan ADAKSI: Hak Tukin, Kacau-Balau Tata Kelola PTN, dan Stagnansi Jabatan Fungsional*

Pertemuan diawali dengan penyampaian ADAKSI mengenai utang negara berupa Tunjangan Kinerja (Tukin) dosen ASN Kemdiktisaintek untuk periode 2020–2024. ADAKSI menegaskan bahwa hak tersebut memiliki dasar hukum yang sangat jelas, yakni Perpres No. 136 Tahun 2018 dan Permendikbud No. 49 Tahun 2020, yang mengatur bahwa dosen ASN berhak memperoleh Tukin sejak tahun 2020. Namun, dalam praktiknya, pembayaran tersebut tidak pernah direalisasikan selama lima tahun berturut-turut, sehingga secara substantif telah berubah menjadi _government liability_ yang belum ditunaikan negara.

Isu kedua yang disampaikan ADAKSI berkaitan dengan kerusakan struktural tata kelola keuangan Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Klasterisasi PTN menjadi Satker, BLU, dan BH yang awalnya dimaksudkan untuk mendorong fleksibilitas dan kemandirian institusi, kini justru menghasilkan ketimpangan sistemik yang tidak sehat. ADAKSI menjabarkan temuan bahwa:

1. Ketimpangan remunerasi antar-PTN sangat ekstrem, dengan selisih yang tidak logis antar-dosen "pejabat" dan dosen "biasa".

2. Dosen PTN BLU dan PTN BH banyak yang menerima remunerasi di bawah Tukin akibat keterbatasan pendapatan institusi.

3. Di dalam kampus yang sama, disparitas remunerasi juga terjadi antar-fakultas, menggambarkan ketidakseragaman tata kelola pendapatan internal.

ADAKSI menyoroti bahwa situasi ini diperparah oleh praktik penerimaan mahasiswa secara besar-besaran oleh PTN BLU dan BH demi mengejar target pendapatan. Hal tersebut telah mendorong lonjakan beban mengajar yang tidak manusiawi, mencapai 60 SKS atau lebih dari 20 kelas per semester, yang secara langsung merusak kualitas pengajaran, menghilangkan ruang untuk riset, mengganggu kesehatan mental dosen, serta menurunkan kualitas pembelajaran mahasiswa. Selain itu, ekspansi berlebihan PTN BLU/BH menyebabkan kolapsnya banyak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang kehilangan mahasiswa, sehingga menciptakan distorsi besar dalam ekosistem pendidikan tinggi Indonesia.

Isu ketiga berkaitan dengan tidak pernah naiknya tunjangan fungsional dosen sejak tahun 2007, yang berarti telah stagnan selama hampir dua dekade. Kenaikan nol persen selama 18 tahun ini merupakan anomali serius, terutama ketika profesi lain seperti peneliti telah menerima penyesuaian tunjangan. Padahal, peran dosen sebagai ujung tombak pembangunan SDM unggul merupakan elemen yang sangat strategis dalam arsitektur kemajuan bangsa. Ketertinggalan kebijakan tunjangan fungsional ini, menurut ADAKSI, menegaskan perlunya revisi menyeluruh dalam kebijakan kompensasi dosen ASN.

*Respons Menkeu: Komitmen, Evaluasi Total, dan Revisi Paradigma Pendanaan PTN*

Menteri Keuangan RI memberikan tanggapan komprehensif terhadap seluruh isu yang disampaikan ADAKSI. Pertama, Menkeu menyatakan bahwa Kemenkeu pada prinsipnya bersedia membayarkan rapelan Tukin 2020–2024, namun menegaskan bahwa pencairan hanya dapat dilakukan setelah Kemendiktisaintek mengajukan permohonan resmi, karena secara struktur pemerintahan, kementerian tersebut adalah instansi pembina langsung para dosen ASN. Menkeu menegaskan kesediaan negara menuntaskan kewajiban ini, namun tetap memerlukan mekanisme formal agar dapat dieksekusi.

Kedua, Menkeu meminta data lengkap _take home pay_ dosen di seluruh PTN, terutama pada PTN BLU dan PTN BH. Data tersebut diperlukan untuk memetakan kesenjangan nyata remunerasi yang selama ini menjadi sumber keluhan para dosen. Pemerintah menilai penting untuk mendapatkan gambaran faktual dan terukur sebelum menyusun kebijakan korektif yang komprehensif.

Ketiga, Menkeu menyampaikan bahwa kondisi remunerasi dosen yang kacau di berbagai PTN menunjukkan bahwa Indonesia memerlukan standar penghasilan nasional yang layak dan manusiawi bagi seluruh dosen ASN, tanpa memandang klaster PTN. Ia meminta agar dilakukan perhitungan menyeluruh mengenai kebutuhan anggaran apabila negara mengambil alih seluruh komponen penghasilan dosen di seluruh PTN, sebagai bentuk konsistensi terhadap visi pemerintahan Presiden Prabowo yang menekankan pentingnya akses pendidikan tinggi yang terjangkau bahkan gratis bagi masyarakat.

Selain itu, Menkeu juga menegaskan bahwa klasterisasi PTN dalam bentuk Satker–BLU–BH perlu dievaluasi kembali, karena terbukti menimbulkan distorsi sistemik, ketidakadilan remunerasi, dan tekanan finansial yang berlebihan bagi PTN BLU/BH. Model ini dinilai semakin tidak relevan dengan arah kebijakan baru pemerintahan yang menekankan pemerataan akses dan keterjangkauan pendidikan. Selama ini ada unsur "pemaksaan" peralihan alih status PTN ke BLU dan BH sehingga tidak sesuai dengan kemampuan kampus untuk _generating income_

Keempat, Menkeu menyinggung soal _mandatory spending_ 20% untuk pendidikan, yang menurutnya harus ditelusuri ulang karena terdapat indikasi kuat bahwa alokasinya tidak sepenuhnya digunakan secara murni untuk sektor pendidikan, melainkan terdispersi ke pos-pos anggaran lain. Beliau menegaskan bahwa penegakan disiplin terhadap alokasi 20% ini adalah tanggung jawab negara dalam memastikan kualitas sistem pendidikan nasional.

Kelima, Menkeu menegaskan bahwa pendidikan tinggi adalah benteng terakhir yang menjaga daya saing bangsa, terutama di tengah dinamika global yang semakin kompetitif. Oleh karena itu, beban biaya tidak boleh menjadi penghalang bagi mahasiswa untuk memperoleh akses pendidikan tinggi berkualitas. Negara harus hadir untuk menjamin keterjangkauan tersebut, sekaligus memperkuat kesejahteraan dosen yang menjadi pilar utama pendidikan nasional.

Keenam, mengenai tunjangan fungsional yang tidak naik sejak 2007, Menkeu menyampaikan bahwa stagnasi hampir 20 tahun adalah kondisi yang tidak wajar dan akan menjadi bagian dari evaluasi total penghasilan ASN, termasuk dosen. Pemerintah berkomitmen untuk meninjau kembali struktur tunjangan fungsional agar lebih adil dan proporsional terhadap beban kerja akademik.

Ketujuh, Menkeu menyoroti bahwa meskipun PTN BLU dan PTN BH telah diaudit oleh akuntan publik, Kemenkeu tetap memiliki ruang untuk melakukan audit investigatif, terutama terhadap aset negara, penggunaan BOPTN, serta penyertaan APBN melalui BPPPTNBH. Hal ini penting dalam memastikan tata kelola pendanaan yang transparan dan akuntabel, sekaligus menghindari potensi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan PTN.

*Audiensi Ini Menjadi Titik Balik Reformasi Sistem Keuangan Pendidikan Tinggi*

ADAKSI menyampaikan apresiasi terhadap keterbukaan dan respons langsung dari Menkeu Purbaya. Pertemuan ini dinilai sebagai titik balik penting dalam upaya memperjuangkan keadilan remunerasi dosen ASN, memperbaiki tata kelola keuangan PTN, serta mendorong negara untuk lebih hadir dalam memastikan keberlanjutan pendidikan tinggi Indonesia. ADAKSI menegaskan bahwa audiensi ini bukan sekadar penyampaian aspirasi, tetapi merupakan langkah strategis untuk membangun kebijakan nasional yang lebih sehat dan berorientasi pada keadilan pendidikan.

ADAKSI berkomitmen mengawal seluruh proses tindak lanjut, termasuk mendorong Kemendiktisaintek untuk segera mengajukan permohonan resmi pembayaran rapelan Tukin 2020–2024 serta memastikan adanya harmonisasi kebijakan pengelolaan keuangan PTN yang lebih adil, manusiawi, dan selaras dengan filosofi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Melalui audiensi ini, ADAKSI berharap negara semakin kuat hadir dalam memastikan kesejahteraan dosen ASN, pemerataan akses pendidikan tinggi, dan kualitas pembelajaran bagi seluruh putra-putri Indonesia.