HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Warga Miskin Di Lima Puluh Kota Kian Terpekik, Bupati Dan DPRD Diminta Mundur

 

Lima Puluh Kota --- Masyarakat miskin di Kabupaten Lima Puluh Kota kian terpekik, pasalnya jumlah mereka yang iurannya dibayarkan pemerintah bertambah yang dinonaktifkan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatannya pada 1 September 2025 ini, ada  sebanyak 1.802 jiwa. Pada 1 Agustus 2025 lalu, sudah ada sebanyak 5817 peserta JKN di Lima Puluh Kota yang dinonaktifkan berdasarkan SK Menteri Sosial RI.

Dari data yang diperoleh media ini dari BPJS Kesehatan Cabang Payakumbuh, Rabu (3/9), Jumlah penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota sekitar 402.788 jiwa berdasarkan data dukcapil semester 2 tahun 2024. Dari jumlah total penduduk tersebut, yang sudah jadi peserta JKN baru sebanyak 387.179 jiwa (96,12%).

Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota terancam dicabut status Universal Health Coveragenya (UHC), karena terbitnya Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029, dimana UHC non cut off harus mencapai cakupan 98,6 persen dengan keaktifan 80 persen.

Dari total cakupan 96,12 % tersebut, sebanyak 198.495 jiwa adalah segmen PBI JK atau PBI APBN dan sebanyak 69.485 jiwa segmen PBPU Pemda. Ini jumlah peserta yang dijamin oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Untuk capaian keaktifan peserta baru sebesar 76,5%. Mirisnya, kuota PBPU Pemerintah Daerah yang belum diisi (masih tersedia) per 1 September 2025 hanya untuk sebanyak 354 jiwa.

Jumlah peserta JKN semua segmen yang nonaktif per 30 Agustus 2025 sebanyak 80.457 jiwa, termasuk 31.189 jiwa dari PBI JK/ABPN. Jumlah masyarakat yang belum jadi peserta JKN sebanyak 15.609 jiwa per 1 September 2025. Artinya terhitung 1 September 2025 ada sebanyak 96.066 jiwa warga Lima Puluh Kota tidak bisa mendapatkan layanan berobat gratis.

Menanggapi hal ini, pemerhati Luak Limo Puluah Sevindra Juta mengatakan wajar saja ketidakpercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap DPRD, bahkan menuntut mereka dibubarkan. Mereka tidak mampu memperjuangkan masyarakat, tidak menunjukkan empati terhadap masyarakat miskin, buktinya hanya untuk pelayanan vital urusan kesehatan di Lima Puluh Kota belum bisa terjamin, belum lagi yang lainnya.

"Bupati dan jajarannya juga, APBD Lima Puluh Kota mencapai 1,2 Triliun, sementara untuk jaminan kesehatan masyarakat miskin untuk 100 ribu orang, hanya butuh kurang dari 50 miliar dari APBD setiap tahun, mereka masih tawar menawar. Mending mundur saja dari jabatan," ungkapnya.

Di sisi lain, kata Sevindra, para anggota DPRD masih berbicara menambah kesejahteraan mereka sebagai pejabat publik. Masyarakat miskin tidak diperhatikan, tentu perlu dipertanyakan hati nurani para pajabat publik ini.

"Tidak layak jadi pemimpin dan wakil rakyat Lima Puluh Kota kalau tidak bisa memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak," pungkasnya.

Sementara itu, tokoh masyarakat Lima Puluh Kota Khairul Apit menyampaikan seharusnya pemerintah daerah melaporkan data real ke pemerintah pusat, jangan menutupi kenyataan. Masyarakat dalam kondisi susah, jangan dibuat seolah-olah kondisi ekonomi masyarakat membaik, sehingga penerima bantuan iuran program JKN dikurangi.

"Kami melihat pemerintah daerah antara dua, mereka tidak bekerja atau menutupi kegagalan melayani masyarakat. Antara pekak dan peka, mereka tidak peka dengan kondisi masyarakat atau tidak mendengar jeritan masyarakat. Kami minta bupati, turun lah ke bawah, kunjungi masyarakat di daerah, berdialog langsung, itu diperbanyak," ungkapnya. (FS)