Kadis Dasril Larang Sekolah Yang Jual LKS, Harusnya Disediakan Sekolah Tanpa Biaya
Payakumbuh --- Kepala Dinas Pendidikan Kota Payakumbuh DR. Dasril, M.Pd, menegaskan pihaknya melarang penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah-sekolah. Menurutnya kebijakan ini sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku dengan aturan dari pemerintah pusat.
“Sudah ada surat edaran resmi yang merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2016 tentang pengelolaan buku pelajaran. Di dalam Permendikbud jelas menyatakan bahwa satuan pendidikan tidak diperkenankan menjual buku, termasuk LKS kepada siswa. Harusnya buku Pelajaran dan LKS disediakan sekolah tanpa dikenakan biaya,” ujar Dasril kepada media ini, awal Februari 2025.
Kadis Dasril menyebut dalam beberapa hari ini dia menerima ada informasi adanya praktik penjualan LKS di beberapa sekolah. Dia dan jajaran langsung bertindak dengan memberikan teguran kepada sekolah-sekolah yang ada.
“Setelah mendapatkan laporan dan kami cek ke lapangan,
sesegeranya kami langsung minta pihak sekolah menghentikan aktivitas itu.
Penjualan LKS tidak boleh dikaitkan dengan penilaian, evaluasi, atau
persyaratan administrasi lainnya di sekolah, saya rasa komitmen kami di dinas sudah
jelas,” tegasnya.
Dasril menambahkan, pihaknya telah melakukan pengawasan
langsung ke sekolah-sekolah untuk memastikan agar instruksinya ditaati oleh pihak
sekolah dan memastikan dalam satu hingga dua hari ke depan tidak ada lagi
penjualan LKS di sekolah-sekolah.
Ketika ditanyakan apakah yang menjadi latar belakang adanya
aktivitas jual LKS di sekolah ini, Dasril menduga karena penerapan kurikulum merdeka,
sehingga muncul inisiatif dari pihak sekolah untuk menggunakan LKS sebagai
sumber pembelajaran, terutama bagi mata pelajaran yang belum memiliki referensi
lengkap.
Kendati demikian, Kadis bertitel Doktor itu menyayangkan
harusnya dengan adanya inisiatif yang sebenarnya bagus ini dikoordinasikan terlebih
dahulu dengan dinas pendidikan agar tidak terjadi hal-hal yang memicu problematika
di masa depan serta bisa meminimalisir stigma negatif yang dapat menjurus
kepada aktivitas yang melanggar aturan.
“Kita sama-sama
tahu pada dasarnya, LKS sudah ada sejak zaman kurikulum lama dan merupakan alat
bantu yang dibuat oleh guru. Namun, penggunaannya harus sesuai regulasi dan
tidak membebani siswa maupun orang tua,” tegasnya.
Dasril
berkomintmen tidak akan segan untuk menindak tegas sekolah atau guru yang
terbukti melanggar aturan ini jika masih ada sekolah atau guru yang menjual LKS.
”Kami akan meminta kepala sekolah menghentikan praktik tersebut. Jika tidak dipatuhi, kami akan mengambil tindakan sesuai aturan hukum yang berlaku,” pungkasnya. (FS)