Wahyudi Thamrin

Takkala Abrasi Tak Bisa Terelakkan

Jika kita berbicara soal bencana, entahkan itu sebab dari ulah manusia sendiri ataukah memang teguran dari Sang Pencipta agar kita tidak lupa. Banyak bencana yang datang silih berganti sebut saja letusan gunung diakhir tahun 2023, banjir bandang, tanah longsor diawal bulan puasa tahun 2024. Baru – baru ini terjadi lagi banjir lahar dingin dan banjir bandang serta bencana longsor pada beberapa titik di Sumatera Barat khususnya. Semua itu tentunya meninggalkan kepedihan yang mendalam dan trauma yang tetap membekas. Setiap daerah tidak luput mendapatkan bagian masing-masing. Saat ini, dibagian pesisir Pantai disepanjang pulau Sumatera dapat kita dengar dan saksikan bahwa terjadi gelombang air laut yang tidak seperti biasanya sehingga menyebabkan terjadinya banjir air  dibeberapa pemukiman warga dan berubahnya garis Pantai karena pengikisan oleh air laut. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan sekali mengingat banyaknya Masyarakat yang bermukim dan bermata pencaharian disekitar garis Pantai.

Pengikisan garis Pantai oleh air laut atau lebih dikenal dengan abrasi merupakan suatu peristiwa pengikisan tanah yang disebabkan oleh gelombang air laut serta adanya pasang surut air laut. Baik itu, gelombang air laut atau pasang surut air laut, kedua-duanya sama-sama memiliki sifat merusak. Oleh karena itu, tanah pada garis pantai akan rusak jika secara terus menerus terkena gelombang air laut dan pasang surut air laut. Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007, pengertian abrasi adalah proses pengikiran pada pesisir karena adanya gelombang laut yang dapat merusak. Fenomena pengikisan tanah di pesisir akan menyebabkan berkurangnya wilayah pada daratan pantai. Pengurangan tersebut akan dimulai pada wilayah yang dekat dengan air laut. Apabila abrasi dibiarkan akan membuat bagian pantai perlahan berkurang dan air laut akan tergenang di beberapa bagian pesisir.

Secara sederhana, terjadinya abrasi berupa sedimen yang berada di pesisir pantai terbawa air laut dalam jumlah yang lebih besar atau sudah melewati ambang batas. Oleh sebab itu, jika hal seperti itu terus terjadi, maka sedimen pada pesisir pantai bukan hanya berkurang, tetapi perlahan-lahan akan habis. Akibat dari abrasi pantai mengakibatkan hilangnya lahan pemukiman, lahan pertambakan dan mata pencaharian yang berdampak langsung pada penurunan kualitas hidup masyarakat yang berada di wilayah pesisir pantai seperti nelayan, petani dan petambak yang kehidupannya tergantung pada sumberdaya alam, namun kondisi lingkungan dan sumberdaya alam pesisir pantai yang rentan tersebut berdampak pada aspek sosial ekonomi dan sosial budaya penduduk.

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terdapat dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya abrasi di kawasan pesisir yaitu: Faktor Alam dan factor manusia. Secara alami, yang menjadi penyebab erosi tanah di daerah pesisir yaitu pasang surut air laut, gelombang dan arus laut. Kejadian-kejadian alami tersebut mudah dapat mengakibatkan terkikis hingga tergerusnya wilayah sekitar pantai. Selain itu, salah satu penyebab adalah angin laut. Bahkan di waktu tertentu angin dapat bertiup lebih kencang dari biasanya yang akan mempercepat pengikisan tanah dan peningkatan intensitas ombak. Selain penyebab alami, manusia juga sering memiliki pengaruh terhadap abrasi peissir. Aktivitas atau kegiatan yang dilakukan manusia menjadi penyebab terjadi abrasi seperti kegiatan eksploitasi secara berlebihan terhadap ekosistem di laut seperti terumbu karang, ikan serta mahluk hidup lain. Aktivitas yang paling berdampak yaitu kegiatan penambangan pasir. Kegiatan penambangan pasir apabila dilakukan secara berlebih akan berdampak pada pasir laut yang terkuras. Kegiatan manusia lainnya yang juga secara tidak langsung menjadi penyebab abrasi yaitu pendirian pabrik industri, kendaraan bermotor, peningkatan pemukiman hingga kerusakan hutan mangrove yang menjadi penyebab pemanasan global.

Walaupun fenomena-fenomena alami seperti angin pantai, pasang surut air laut dan gelombang merupakan keniscayaan. Namun, kita dapat mencegah abrasi dengan melakukan beberapa langkah berikut, seperti yang dilansir dari Lindungihutan.com, yaitu :

1. Penanaman Hutan Bakau

Tanaman Mangrove seperti pohon api-api putih memiliki fungsi sebagai batasan wilayah laut dengan kawasan pantai dengan aka nya yang kuat dan dapat menahan gelombang air laut.

Selain itu, vegetasi pantai yang terjaga dan lestari dapat mengurangi dampak tsunami, angin laut, hingga dampak dari pengikisan tanah dan erosi pantai.

2. Pembuatan Pemecah Gelombang Air Laut

Pembangunan sarana pemecah gelombang air laut ini bertujuan untuk meredam ombak yang datang, sehingga potensi mengurangi potensi pengikisan. Namun, pembangunan pemecah ombak (breakwater) yang kuat membutuhkan dana yang besar.

3. Melestarikan Terumbu Karang

Pelestarian terumbu karang bertujuan untuk menjaga ekosistem pada daerah pesisir dan laut. Karena terumbu karang biasa digunakan sebagai tempat tinggal ikan laut dan bahkan mengurangi gelombang laut. Selain cara di atas, diperlukan dukungan dari pemerintah dalam hal pembuatan peraturan yang lebih ketat terutama dalam pelarangan eksploitasi penambangan pasir tanpa menghiraukan lingkungan sekitar.

 

 Penulis: Obel SP.MP 

Dosen Prodi Agroteknologi Fak Pertanian Unand