Search

Mari Kenali Hama Tanaman Jagung dan Cara Pengendaliannya

gambar by net


Oleh: Dr. Silvia Permata Sari S.P., M.P.
Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Andalas

Jangung merupakan salah tanaman musiman yang banyak ditanam petani dinegeri ini. Hal ini tentu tidak lepas dari pasar pasca panennya yang cukup bagus.

Jagung banyak diolah untuk makanan pengganti nasi, cemilan atau makanan ringan lainnya. Juga jadi salah satu bahan pokok peternak ayam, itik dan sejenis lainnya. Batang jagung juga bisa jadi makananan ternak seperti sapi. 

Tanaman jagung atau Zea mays tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi 1200 mdpl, memerlukan media tanah lempung, lempung berpasir, tanah vulkanik, yang subur, gembur, kaya bahan organik, dan sinar matahari minimal 8 jam per hari, suhu udara 20-33 derajat Celcius, curah hujan sedang, pH tanah 5,5-7 dengan drainase yang baik. 

Untuk dapat mencapai hasil yang tinggi dalam budidaya tanaman jagung, maka perlu diperhatikan beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. Beberapa faktor utama tersebut dalah varietas jagung yang akan ditanam, kesuburan tanah, air yang cukup, serta Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Salah satu kendala yang dihadapi bertanam jagung adalah adanya organisme penganggu tumbuhan (OPT) dari kelompok hama. Hama dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung saat, bahkan dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis jika tidak dikendalikan. 

Jenis hama yang menyerang tanaman jagung sangat beragam. Hama tersebut bisa menyerang semua fase tanaman jagung, fase perkecambahan, fase vegetatif, fase generatif, dan fase masak. Lantas, apa saja yang termasuk hama dan penyakit utama pada tanaman jagung tersebut? Pada paragraf di bawah ini akan dijelaskan lebih rinci.

Beberapa hama pada tanaman jagung, yaitu sebagai berikut:

1. Ulat grayak jagung (Spodoptera frugiperda)

Ulat grayak jagung (S. frugiperda) merupakan hama invasif yang baru dilaporkan di Indonesia pada awal tahun 2019 yang lalu.  Perbedaan signifikan dari morfologi S. frugiperda ini adalah terdapat corak huruf Y terbalik dan terdapat 4 bintik hitam besar pada bagian abdomen. Umumnya, hama ini menyerang tanaman jagung pada malam hari dan bersembunyi di bawah tanaman, mulsa ataupun dalam tanah pada siang hari.

Hama Spodoptera frugiperda merupakan hama asli daerah tropis dari Amerika Serikat hingga Argentina. Ulat FAW dapat menyerang lebih dari 80 spesies tanaman, termasuk jagung, padi, tebu, sayuran, dan kapas. FAW dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang signifikan apabila tidak ditangani dengan baik. Di Indonesia sendiri hama ulat grayak telah ditemukan pada beberapa lokasi pertanaman jagung di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung dan Sumatera Selatan.

Ciri khas gejala serangan hama ulat grayak jagung ini adalah memakan pucuk tanaman jagung, sehingga pucuk jagung terlihat terpotong-potong. Biasanya hama ini mulai menyerang pada jagung berumur 1 bulan setelah tanam. Cara pengendaliannya: dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan atau mengambil ulat di bagian pucuk tanaman jagung, kemudian membunuh atau membakarnya. Kemudian cara lain dapat dengan mengatur jarak tanam, rotasi tanaman, sanitasi, penggunaan musuh alami seperti predator, parasitoid dan patogen serangga. Jika populasinya tinggi maka dapat dikendalikan dengan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif Emamektin benzoat 5,7%

2. Lalat bibit (Atherigona exigua)

Lalat bibit (Atherigona exigua) merupakan salah satu hama penting dan merugikan di pertanaman jagung. Lalat bibit menyerang tanaman yang masih muda atau yang baru muncul di permukaan. Serangan hama dimulai ketika telur diletakkan oleh imago pada permukaan bawah daun atau batang yang dekat dengan permukaan tanah, selanjutnya telur akan menetas menjadi larva yang kemudian akan melubagi bagian batang jagung dan membuat terowongan hingga ke dasar batang atau titik tumbuh tanaman. 

Hal ini menyebabkan gejala awal yang terlihat adalah berubahnya warna daun dari hijau normal menjadi kekuningan atau klorosis, di sekitar batang yang terserang akan membusuk sehingga tanaman akan menjadi layu, pertumbuhannya kerdil, hingga kematian tanaman.

Cara pengendaliannya dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman, menggeser waktu tanam, penggunaan varietas yang tahan, atau dengan memusnahkan larva dan telur serangga yang ada pada tanaman. Pengendalian hayati juga dapat dilakukan dengan Thricogramma spp. yang bisa memarasit telur, Opius sp. atau Tetrastichus sp. yang mampu memarasit larva, dan Clubiona japonicola yang merupakan predator bagi imago lalat bibit. Selain itu, juga dapat menggunakan insektisida kimia dan perlakuan seed treatment, seperti WINGRAN 70WS.

 

3. Hama Penggerek Batang Jagung. (Ostrinia furnacalis)

Hama penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) menyerang tanaman jagung mulai dari fase pertumbuhan vegetatif sampai fase generatif. Imago meletakkan telur pada permukaan bawah daun. Telur yang baru menetas akan menggerek daun muda yang masih menggulung, kemudian menyerang batang hingga ke tongkol. Gejala serangan ditandai dengan adanya liang-liang gerekan pada batang yang dibatasi oleh buku, di setiap gerekan terdapat serbuk sisa hasil gerekan berwarna cokelat, adanya lubang gerekan pada batang membuat tanaman mudah patah, dan roboh.

Cara pengendaliannya: dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman dengan tanaman noninang atau menggunakan pola tanam tumpeng sari jagung dengan kedelai ataupun kacang tanah. Pengendalian hayati dapat menggunakan parasitoid telur, seperti Trichogramma spp., predator Micraspis sp. dan Cecopet (Euborellia annulata), dan cendawan entomopatogenik Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Pengendalian secara kimia dapat menggunakan Furadan 3G yang diberikan melalui pucuk sebelum berbunga (40 hari) dan diikuti dengan Decis 2,5 EC setelah berbunga.

4.Hama Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)

Hama ulat tanah (Agrotis ipsilon) menyerang (aktif) merusak pada malam hari dan biasanya bersembunyi di tanah pada siang hari. Hama ini menyerang dengan cara memotong batang tanaman muda berumur 1-3 minggu, sehingga tanaman patah dan mati. Cara pengendaliannya: dapat dilakukan dengan pengolahan tanah, penggunaan mulsa plastik, mengumpulkan dan memusnahkan larva di saat senja hari. Pengendalian hayati dengan Bacilius thuringiensis atau Beauvaria bassiana. Secara kimia, dapat menggunakan insektisida Khlorpirifos (Dursban 20 EC) dan Karbofuran (Furadan 3G).

5.Hama Penggerek Tongkol

Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera) menyerang tanaman pada fase generatif yaitu 45-56 hari setelah tanam. Selain menyerang tongkol, serangga ini juga menyerang pucuk dan malai. Imago meletakkan telur secara tunggal pada permukaan daun dan rambut tongkol. Gejala serangan berupa rambut tongkol terpotong dan pada ujung tongkol terdapat bekas gerekan dan sering ditemukan larva. Larva masuk ke dalam tongkol muda dan memakan biji-biji jagung, sehingga terdapat terowongan bekas gerekan pada tongkol serta bekas gigitan pada biji jagung.

Cara Pengendaliannya dapat dilakukan dengan pengolahan tanah, pergiliran tanaman, mengambil dan memusnahkan larva satu per satu. Secara hayati, dapat menggunakan musuh alami Trichogramma spp, cendawan Metarhizium anisopliae, dan predator Staphylinidae. Secara kimia, dengan penyemprotan insektisida yang dilakukan setelah terbentuk rambut jagung, penyemprotan dapat dengan Furadan 3G atau dengan membuat lubang dekat tanaman, diberi insektisida dan ditutup lagi. Dosis yang digunakan 10 gram tiap meter persegi.
 
6.Hama Belalang Oxya chinensis dan Locusta sp.

Dua jenis belalang yang sering menyerang tanaman jagung yaitu Oxya chinensis dan Locusta sp. Hama ini biasa menyerang tanaman jagung pada bagian daun muda. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara melepaskan predator alaminya yaitu berupa burung atau laba-laba, bisa juga dengan menggunakan biopestisida seperti cendawan Beauveria bassiana, Metharizium sp. dan Lecanicillium sp.

7.Kutu daun (Mysus persicae)

Hama kutudaun merusakan tanama jagung dengan cara mengisap cairan pada tanaman jagung terutama pada daun muda, kotorannya pun berasa manis sehingga mengundang semut serta berpotensi menimbulkan serangan sekunder yaitu cendawan jelaga, serangan parah dapat mengakibatkan daun tanaman mengalami klorosis (menguning), serta menggulung, kutu daun Mysus juga menjadi serangga vektor penular virus mosaik. Cara pengendaliannya: dapat menggunakan insektisida berbahan aktif abamektin, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin.

8.Hama Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais)

Hama kumbang bubuk (Sitophilus zeamais) merusak biji jagung pada saat penyimpanan dan juga dapat menyerang tongkol jagung di lahan, telur diletakkan satu persatu di lubang gerekan di dalam biji, larva menggerek biji jagung serta hidup di dalam biji. Cara pengendaliannya: melakukan pengelolaan tanaman, serangan dari hama kumbang bubuk dapat terjadi ketika jagung masih berada di lahan budidaya apabila jika tongkol terbuka, tanaman yang kekeringan, dengan pemberian pupuk rendah mengakibatkan tanaman mudah terserang busuk tongkol sehingga dapat terinfeksi oleh kumbang bubuk, panen dengan tepat waktu pada saat tanaman jagung sudah matang secara fisiologis dapat mencegah Sitophilus zeamais, karena pemanenan tertunda dapat mengakibatkan meningkatnya kerusakan biji jagung saat penyimpanan.

Selain itu, cara pengendalian hama ini dapat dengan menggunakan varietas resisten atau tahan, pemakaian varietas dengan kandungan asam fenolat yang tinggi dan kandungan asam aminonya yang rendah dapat menekan kumbang bubuk, serta penggunaan varietas berpenutup kelobot yang baik. 

Kemudian menjaga kebersihan serta pengelolaan gudang yang baik, kebanyakan hama gudang bersembunyi atau melakukan hibernasi sesudah gudang tersebut kosong, untuk itu gudang harus dibersihkan semua, struktur gudang serta membakar semua biji yang telah terinfeksi, biji-biji yang telah terkontaminasi harus dijauhi dari area gudang, lalu dimusnahkan, selain itu, karung-karung bekas yang masih berisi sisa biji jagung juga harus dibuang, semua struktur gudang diperbaiki, termasuk dinding retak, dimana serangga dapat bersembunyi di dinding yang retak, pada dinding maupun plafon gudang disemprot dengan menggunakan insektisida. 

Pada saat penyimpanan, usahakan kadar air dalam biji jagung ≤ 12% karena dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Perkembangan populasi kumbang bubuk dapat meningkat apabila kadar air 15% atau lebih. Pengendalian secara fisik dan mekanik dapat dengan cara menyimpanb benih jagung pada suhu lebih rendah dari 50°C karena dapat menghambat perkembangan serangga kumbang bubuk, dan sortasi untuk memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat.