Search

Ekspedisi PDRI Dari Sungai Dadok Ke Dharmasraya

Payakumbuh,- 19 Desember 1948 Jojgakarta yang masa itu merupakan ibukota Republik Indonesia diduduki Belanda. Sukarno dan M.Hatta ditawan tentara Belanda dalam aksi Agresi Militer ke Dua yang dilakukan negara Kincir angin terhadap Indonesia. 

Para pejuang republik ini tidak mau kecolongan dimata dunia dengan propaganda Belanda bahwa Negara Indonesia sudah tidak ada. Dari pedalaman Sumatera Pemerintahan Darurat Republik Indonesia terbentuk dan diumumkan keseluruh dunia bahwa NKRI masih ada. 

Sampai saat ini 19 Desember diperingati sebagai hari Bela Negara. Peringatan Hari Bela Negara ini ditetapkan melalui Kepres 28 Tahun 2006. 19 Desember 2023 merupakan peringatan ke 75 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.  

Dalam rangka memperingati 75 tahun Pemerintahan Darurat Republik Indonesia tersebut, Langgam.id bekerjasama dengan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) mengadakan kegiatan yang diberi judul D,Day Bela negara 75 Tahun PDRI. 

Kegiatan ini melibatkan kelompok generasi Milenial, generasi Z, Infuenser dan beberapa awak media yang ada di Sumatera Barat. Mereka dibagi menjadi 3 kelompok dengan 3 titik star dan finis sama di Dharmasraya. Kelompok satu star dari Sungai Dadok Gunuang Omeh Limapuluh Kota, kelompok 2 dari Solok Selatan dan Kelompok tiga dari Kabupaten Sijunjung. 

Kelompok satu Pada Senin 18 Desember memulai perjalanan dari Kantor Langgam.id menuju Luak Limopuluah tepatnya ke Sungai Dadok Kecamatan Gunuang Omeh Kabupaten Limapuluh Kota. Rombongan selain istirahat untuk sholat dan makan juga singgah di Kota Bukittinggi. Kota yang mana menjadi titik awal Pemerintahan Darurat repuplik Indonesia Lahir. Masa Agresi Militer Belanda ke 2 Mr Sjafruddin Prawira Negara berada di Kota Bukittinggi tersebut. 

Dari Bukittinggi perjalanan dilanjutkan menuju Gunuang Omeh. Di Sungai Dadok rombongan menginap di perkampungan Saribu Rumah Gonjong (Kampuang Sarugo). Dalam beberapa catatan sejarah tentang PDRI, Sungai Dadok menjadi tempat dikabarkannya bahwa Republik Indonesia ini masih ada melalui sender radio masa itu. 

Para pejuang membawa radio ke Sungai Dadok dari Koto Tinggi untuk bisa mengabarkan ke dunia bahwa Republik Indonesia ini masih ada. Perjuangan berat agar tidak diketahui militer Belanda dilalui para pejuang untuk bisa sampai di Sungai Dadok. Perangkat radio yang dibawa dengan berjalan kaki ke daerah ini. Bahkan rombongan pernah alami kecelakaan saat melintasi jembatan sembari menyandang perangkat radio. Untung radio bisa selamat dan bisa memancarkan kabar ke dunia tentang keberadaan republik ini. 

Selama di Kampuang Sarugo Sungai Dadok rombongan disambut dan dijamu masyarakat setempat. Rombongan di bagi beberapa kelompok untuk penginapan. Rombongan kami saat makan malam dijamu dengan sambal khas Luak Limopuluah. Palai Ikan dan gulai siput sawah menu kami makan malam. Tawa sambil makan tak terelakan saat makan gulai siput sawah. Hanya berdua yang terbiasa makan gulai siput ini. 

Bangun pagi disambut dinginnya udara bukit barisan membuat badan terasa segar. Nasi Goreng dari tuan rumah menanti untuk sarapan pagi kami sebelum memulai kegiatan Ekspedisi D,Day Bela Negara 75 Tahun PDRI tersebut. 

Dari Sungai Dadok rombongan pada tanggal 19 Desember 2023 bergerak menuju Monumen Nasional PDRI dan Tugu Bela Negara yang berada di Sungai Siriah Nagari Koto Tinggi Kecamatan Gunuang Omeh. 

Monumen Nasional PDRI ini mulai dibangun pada 19 Desember 2012 lalu dilahan yang 40 hektar lebih. Lokasi pembangunan Monumen ini merupakan Hibah dari salah seorang tokoh masyarakat setempat yang juga merupakan keluarga besar pejuang PDRI. 

Dari Sungai Siriah perjalanan dilanjutkan ke Padang Japang Nagari VII Koto Talago kecamatan Guguak. Disini ada sebuah jejak sejara PDRI yaitu Rumah perundingan PDRI. 

Sebelum sampai di Padang Japang rombongan singgah di Tugu PDRI Di Koto Tinggi


Rumah ini menjadi tempat pertemuan pemimpin PDRI Mr Sjafruddin Prawiranegara dan Rombongan M.Natsir Utusan Presiden Sukarno pasca perundingan Roem-Royen. Pertemuan ini menjadi penentu perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. 

Ketegangan antara pusat dan PDRI terjadi pasca perundingan Roem Royen.  Mr Sjafruddin Prawira Negara Pimpinan PDRI dan Panglima Besar Angkatan Perang PDRI Jendral Soedirman melayangkan protes keras. 

Sjafruddin Prawira Negara kecewa karena di perundingan tersebut PDRI seakan dianggap tidak ada. Padahal pada waktu itu PDRI lah pemerintahan yang sah di negeri ini. 

Sementara itu Panglima Besar Jendral Soedirman marah dan tersinggung oleh istilah "Pengikut Republik Yang Bersenjata" yang ada dalam pernyataan Roem-Royen.

Munculnya protes keras dari pihak PDRI yang waktu itu berada di Sumatera Barat membuat kegelisahan di Jogjakarta. Jendral T.B Simatupang langsung bicara dengan Sri Sultan hamengkubuwono IX, M. Natsir dan Ai Budiardjo. 

Presiden Sukarno yang masa itu baru dibebaskan oleh Belanda langsung memerintahkan M.Hatta menemui pimpinan PDRI di Sumatera. Hatta awalnya mengira PDRI ada di Aceh, sehingga Hatta berangkat ke Aceh dan hanya bertemu Panglima tentara dan Teritorum Sumatera Kolonel Hidajat. 

Setelah gagal menemui pemimpin PDRI, Sukarno dan Hatta kembali mengirim delegasi ke Sumatera untuk menemui pimpinan PDRI. 

M.Natsir, Dr.J Leimena,Dr A.Halim dan Agus Yaman diperintahkan mencari dan menemui pimpinan PDRI. 

Sebelum menemui pimpinan PDRI, Mohammad Natsir menyiarkan melalui radio bahwa dirinya bersama rombongan akan datang untuk bertemu Pimpinan PDRI. Pesan tersebut sampai ke pihak PDRI, Mr Sjafruddin Prawira Negara langsung menggelar rapat bersama jajaran PDRI yang ikut bersamanya di Sungai Naniang Kecamatan  Bukit Barisan Kabupaten Limapuluh Kota untuk persiapan penyambutan utusan presiden Sukarno tersebut. 

Disepakati pertemuan diadakan di Padang Japang Nagari VII Koto Talago. 

Rombongan Mohammad Natsir sampai terlebih dahulu di Padang Japang. perundingan alot pun tak dapat terelakan. Jedah perundingan hanya untuk Solat dan Makan. Perundingan dilakukan dengan duduk bersila melingkar dan penerangan lampu minyak (Lampu Togok). 

Leimena dan Halim sempat kehilangan kesabaran dan mengeluarkan kata kata tegas kepada pimpinan PDRI. 

“Dulu, sewaktu Bung Karno dan Bung Hatta ditawan, kami tidak tahu bagaimana nasib Republik bilamana PDRI tidak ada. Dan, sekarang pun kami tidak tahu bagaimana nasib Republik apabila Bung Sjafruddin tidak bersedia kembali ke Yogyakarta.”

Perdebatan keras ini terus berlangsung sampai menjelang masuknya waktu Solat Subuh. 

Dengan kearifannya Mohammad Natsir melantunkan syair klasik berbahasa arab ditengah perundingan sedang berlangsung. 

"Tidaklah semua keinginan manusia akan tercapai, karena angin berhembus di tengah laut pun tidak selamanya mengikuti keinginan perahu yang sedang berlayar". dendang tokoh Masyumi tersebut. 

mendengar lantunan syair Natsir tersebut membuat hati Sjafruddin Prawira Negara luluh. Mr Sjarfuddin Prawira Negara bersedia kembali ke Jogja untuk mengembalikan mandat yang tidak pernah diterimanya kepada Presiden Sukarno dan wakil presiden Mohammad Hatta. 

“Dalam perjuangan, kita tidak pernah memikirkan pangkat dan jabatan, karena kita berunding pun duduk di atas lantai. Yang penting adalah kejujuran. "Siapa yang jujur kepada rakyat dan jujur kepada Tuhan, perjuangannya akan selamat,” ucap Mr Sjafruddin Prawira Negara. 

Itulah sekilas sejarah adanya Rumah perundingan PDRI yang berada tidak jauh dari sebuah pesantren tempat Sukarno menemui seorang ulama terkemuka Minangkabau sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. pesantren Darul funun Padang Japang dibawah pimpinan Syech Abbas Abdullah. 

Salah satu putra Syech Abbas ini Kapten Tantawi syahid diujung pelor Belanda saat tragedi Subuh berdarah 15 Januari 1949 di Lurah Kincia Situjuah saat tokoh tokoh pejuang Republik ini mengadakan rapat di salah satu Surau di Lurah Kincia Tersebut. 

Dari Padang japang perjalanan dilanjutkan menuju Halaban. Di Halaban ini merupakan titik kedua pergerakan PDRI usai dari Kota Bukittinggi. Disalah satu rumah karyawan perusahaan Teh Sosro Bahu Kabinet PDRI disusun dan dibentuk. Untuk mengenang dibangunlah sebuah tugu PDRI di Jorong Porak Lubang Nagari Tanjuang gadang kecamatan Lareh Sago Halaban. 

Dari Halaban rombongan tim Satu bergerak langsung menuju kabupaten Dharmasraya finisnya kegiatan Ekspedisi Bela Negara ini. Sebelum sampai di Dharmasraya rombongan makan siang bersama di Lintau Kabupaten Tanah Datar. 

Menjelang Magrib rombongan sampai di kabupaten Dharmasraya disambut langsung Bupati Sutan Riska Tuangku Kerajaan yang juga merupakan pewaris tahta kerajaan Dharmasraya. Sungai Dareh yang berada di kabupaten ini merupakan salah satu tempat pergerakan PDRI dalam menjalankan roda pemerintahan setelah Sukarno dan Hatta ditawan Belanda. 

Rombongan dijamu makan malam oleh Bupati Dharmasraya sebelum malam hiburan bersama masyarakat di halaman kantor Bupati tersebut. 

Pagi Rabu 20 Desember 2023 rombongan dijamu di rumah dinas Bupati oleh Sutan Riska Tuangku Kerajaan. Diskusi santai usai sarapan berlangsung penuh keakraban dengan Bupati Dharmasraya ini. Kegiatan ditutup dengan makan siang dan foto bersama.

Dari perjalanan yang memakan waktu 3 hari 2 malam tersebut banyak hikmah bisa diambil para peserta. Terutama pengenalan sejarah bagi generasi milenial dan Z bagaimana para pendahulu berjuang mempertahankan kemerdekaan negeri ini. Secara Mobiler atau bergerak dari satu daerah ke daerah lain sembari menjalankan roda pemerintahan. Sementara pasukan penjajah terus mengintai keselamatan mereka. 

Terimakasih Langgam.id, terimakasih PUSaKO Fakultas Hukum Unand, Terimakasih Sutan Riska Tuangku Kerajaan, Bupati sekaligus daulat raja Dharmasraya yang telah mengajak dan memfasilitasi kami dalam kegiatan Ekspedisi D,Day Bela Negara 75 Tahun PDRI dengan tema mencari Ibukota Yang Hilang. 

Juga tidak lupa bagi rekan rekan satu tim yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Semoga lain waktu dan kesempatan kita bisa berkumpul untuk mempererat jalinan silaturahmi kedepannya. 

Sekedar pengingat saya kutip quote dari tokoh negeri ini yang lahir dan pernah berjuang di Luak Limopuluah Tanah kelahiran saya. 

Cari Teman, Kumpul Teman, Sebar Teman
"Tan Malaka"

Jangan Sampai Hilang Objektifitas Karena Ketidaksukaan Terhadap Seseorang
"Mr Sjafruddin Prawiranegara" 


Payakumbuh, 02 Januari 2024 

Zal Ambo

Urang Dangau Kumbuah Nan Payau Luak Limopuluah