Wahyudi Thamrin

Kiat Melawan Hoaks Dikupas Tajam di Limapuluh Kota



Limapuluh Kota — Machroni Kusuma, Founder Berita Indonesia Link menjelaskan cara membedakan hoaks atau bukan diantaranya sumber berita yang tidak jelas, disain yang aneh, bahasa yang provokatif, diminta untuk viralkan dan banyak tanda seru dan huruf besar.


Hal itu disampaikan Machroni saat menjadi narasumber webinar Kementerian Kominfo RI di Kabupaten Limapuluh Kota, Kamis (2/9).


“Bentuk hoaks yang sering diterima dapat berbentuk tulisan, foto (editan), video (editan dan dubbing palsu, dipotong) dan berita atau foto lama diedit kembali,” jelasnya.


Untuk mengecek kebenaran berita tersebut, sambung dia, dapat dilihat di google reverse image, bing.com, yandex dan sebagainya. 


“Jadi mari kita saring sebelum sharing sebuah informasi sebelum mengetahui kebenarannya,” pinta Machroni.


Dosen Telkom University, Teddy Hendiawan menerangkan definisi ancaman siber sebagai segala upaya kegiatan, tindakan dari dalam maupun luar negeri yang dapat melemahkan, merugikan atau menghancurkan Indonesia.


“Ketahanan Siber adalah kondisi dinamis siber yang meliputi seluruh aspek kehidupan nasional yang terintregasi, aman dan tangguh,” katanya.


Guru SMAN 4 Payakumbuh, Erizke Aulya Pasel menjelaskan Bahasa akan mencerminkan budaya dan identitas bangsa, sebagai sarana komunikasi dan sebagai ekspresi diri. 


“Bahasa yang baik mengikuti siapa lawan bicara. Apakah terhadap orang tua, guru atau teman. Juga sesuai dengan konteks misalnya formal atau non formal,” katanya.


Dalam penggunaan bahasa di media sosial, kata Erizke, akan ada penyisipan bahasa asing, bahasa daerah dan akronim. 


“Dampak dari menggunakan bahasa yang tidak benar maka akan terjadi miskomunkasi, sangsi hukum serta punahnya bahasa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, maka akan lahir generasi digital yang berbudaya dan beretika,” tegasnya.

​​

Staf Ahli Direktur Pasca Sarjana Universitas Andalas Padang, Sirajul Fuad menegaskan, menyebarkan berita bohong, menyebarkan berita yang memicu perpecahan, permusuhan dan SARA dengan dapat diancam hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah.


“Satu media dapat menciptakan kebenaran. Sebab, kebohongan yang disampaikan berulang-ulang melalui media akan menjadi sebuah kebenaran,” katanya.​


Influencer dan MC, Nji Aditya mengakhiri acara webinar dengan mengutip pembahasan nara sumber tentang hoaks.


“Ada kalanya sebuah berita yang kita anggap cukup menarik, kontroversial akan bagus kalau kita share ke teman teman maupun ke orang yang dikenal. Tetapi tidak sadar berita tersebut akan bergulir terus ke banyak orang. Hal ini akan membahagiakan pelaku kebohongan karena merasa tujuannya tercapai,” pungkasnya.(rel)