Search

KISAH PERINDU SHALAT TAHAJJUD



Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh

 

Saudaraku para pecinta tahajud, mukjizat dan energi tahajud telah berada dalam genggaman Anda. Pertahankanlah, jaga terus, dan tetap istiqamah dalam melaksanakan shalat Tahajud. Lihatlah mereka para perindu malam, Kekasih kita Muhammad  Rasulullah, para sahabatnya, serta orang-orang saleh yang selalu mengarungi malam dengan bersujud di hadapan Allah.Mereka begitu menikmati keindahan malam dengan bermesraan bersama Allah lewat shalat Tahajud.

 

A.    Rasulullah Saw.

Ketika malam tiba, Rasulullah Saw. menjauh dari tempat tidurnya untuk menghadapkan diri kepada Allah Swt., berdoa dan memohon kepada-Nya, serta bermunajat kepada-Nya dalam  keadaan berdiri, duduk,  dan sujud, hingga waktu malam hampir habis berganti pagi. Beliau tidak pernah merasakan panjangnya shalat malam yang beliau kerjakan di hadapan Sang Khaliq. Beliau sangat menikmati setiap detik malam berlalu dalam kekhusyukkan berjumpa dengan Khaliknya. Tidak pernah terbesit di hatinya rasa bosan, tubuhnya tak pernah lelah, jika dirinya sedang “bercumbu” dengan penciptanya dalam tahajud. Bagaimana mungkin beliau merasakan hal yang demikian, sedangkan beliau menyendiri bersama Allah Swt., bersama Raja segala-galanya, yang menguasai seluruh langit dan bumi, yang berkuasa atas segala sesuatu, serta bersama Kekasihnya yang selalu mencintainya? Beliau menghadapkan diri kepada-Nya dengan hati, jasad, dan ruhnya. Beliau adalah manusia yang paling tahu tentang Rabbnya dan manusia yang paling dicintai oleh-Nya. Oleh karena itu, beliau menggunakan seluruh kesempatan yang beliau miliki untuk berkhalwat bersama kekasih-Nya, beribadah dengan Khaliqnya, dan bersyukur kepada-Nya yang telah mengutamakan beliau atas seluruh makhluk lainnya dan menjadikan beliau sebagai pemimpin para Nabi dan Rasul.

 

Rasulullah Saw. adalah sosok yang selalu bersungguhsungguh dalam beribadah. Diriwayatkan dari Mughirah bin Syu‟bah r.a, bahwa Nabi Saw. mengerjakan shalat malam hingga bengkak kedua telapak kakinya. Ditanyakanlah kepada beliau, “Mengapa engkau membebani diri hingga seperti ini, padahal Allah telah memberikan ampunan kepadamu atas dosa yang lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab, “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?”

 

Diriwayatkan dari „Aisyah r.a, bahwa ia berkata, “Rasulullah Saw. jika shalat, maka beliau mengerjakannya hingga kedua telapak kaki beliau pecah-pecah.” „Aisyah r.a. berkata kepada beliau, “Mengapa engkau lakukan hal ini, sedangkan Allah Swt. telah memberikan ampunan kepadamu atas dosa yang telah lalu maupun yang akan datang?” Beliau menjawab, “Apakah aku tidak boleh menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?”

 

Masih diriwayatkan dari „Aisyah r.a., bahwa ia berkata, “Pada suatu malam aku kehilangan Nabi Saw. dari atas ranjang, lalu aku cari beliau. Akhirnya tanganku mendapatkan bagian muka dari telapak kaki beliau, sedangkan beliau sedang bersujud, di mana kedua telapak kaki beliau diberdirikan. Ketika itu beliau memanjatkan doa:

الَيَّٓ ُ ًَّ إِنِِّْ أعََُ ذُْ ةرِضَِاكَ ٌ َْ سَخَطِمَ وِبـِ ُعَافَخَِمَ ٌِ َْ خَُلُ ْٔبَخِمَ، وَأعُ ذُْ ةِمَ ٌِِْمَ لِاَ أخَْصِِْ ثَ اَءً عَييَمَْ أُجَْ نٍَ َا أثنْيَجَْ عََلَ جَفْسِمَ 

 

“Ya Allah, aku berlindung dengan rida-Mu dari murka-Mu, dengan kemaafan-Mu dari hukuman-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari (siksaa)-Mu. Aku tidak dapat menghitung pujian kepada-Mu seperti yang Engkau pujikan terhadap diri-Mu.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

 

Diriwayatkan dari „Aisyah r.a., bahwa ia berkata, “Rasulullah mengerjakan shalat setelah menunaikan shalat Isya hingga waktu fajar menyingsing.”  Abu Dzar r.a. berkata, “Nabi Saw pernah mengerjakan shalat malam hingga Subuh tiba dengan membaca satu ayat, yaitu:

انِْ تُعَذِبهُْهْ فَإنًِّهُهْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفرِْلهَُهْ فاًَِيمَ اًَتَْ امعَْزِيزُْ الَْْكِيهُْ 

 

“Jika Engkau menyiksa mereka, maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.s. Al-Maidah [5]: 118)

 

B.     Abu Bakar

Diriwayatkan dari Qatadah r.a., bahwa ia berkata,”Pada suatu malam, Nabi Saw. keluar rumah (menuju masjid), dan ternyata beliau mendapati Abu Bakar sedang mengerjakan shalat dengan merendahkan suaranya. Selanjutnya beliau melewati Umar bin Khattab  yang juga sedang mengerjakan shalat, namun dengan suara keras. Ketika keduanya berkumpul di sisi Nabi Saw., maka beliau bertanya, “Wahai Abu Bakar, aku tadi melewati dirimu, sedangkan engkau mengerjakan shalat dengan melirihkan (memelankan) suaramu. Mengapa begitu? Abu Bakar menjawab, “Ya Rasulullah, sungguh aku telah cukup memperdengarkan munajatku kepada Allah Swt.. Beliau kemudian bertanya kepada „Umar r.a. „Aku melewati dirimu, sedangkan engkau mengerjakan shalat dengan mengeraskan suaramu. Mengapa begitu? Umar menjawab, “Ya Rasulullah, aku hendak membangunkan orang-orang yang tidur sekaligus mengusir setan.” Nabi Saw. kemudian bersabda, „Wahai Abu Bakar, keraskan suaramu sedikit! Dan, engkau Umar, lirihkan (pelankan) suaramu sedikit.”

Abu Bakar Siddik selalu mengerjakan Witir di awal malam (sebelum tidur); dan ketika bangun, maka beliau mengerjakan shalat dua rakaat salam, dua rakaat salam.

C.    Umar bin Khattab

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam dari ayahnya, bahwa Umar bin Khattab mengerjakan shalat malam begitu lama, sehingga ketika tiba waktu akhir malam, maka Umar pun membangunkan keluarganya agar mengerjakan shalat dengan mengatakan, “Mari shalat! Mari shalat!” selanjutnya beliau membacakan firman Allah Swt.:

وَأمُْرْ أهَْنَمَ باِل يصلاةِ وَاصْطَبِِْ عَنَيهَْا لا نسَْأَلمَُ رزِكْاً نََيُْ رَْزكُُمَ وَامعَْاكبَِةُ لنِ يجلْوَى ١٣٢

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Q.s. Thaha [20]: 132)

 

Riwayat lain tentang ketaatan Umar dalam menjalankan shalat Tahajud disampaikan oleh „Abbas r.a. Dia berkata, “Aku pernah menjadi tetangga Umar bin Khattab r.a. Selama itu, aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih utama dari Umar r.a. Malam harinya


digunakan untuk mengerjakan shalat, sedangkan siang harinya digunakan untuk berpuasa dan memenuhi kebutuhan masyarakat.” Ibnu Katsir  berkata, “Umar bin Khattab biasa mengimami shalat jamaah Isya dengan orang banyak, kemudian masuk ke rumahnya untuk mengerjakan shalat sunah, dan beliau masih terus mengerjakannnya tanpa henti hingga fajar pagi terlihat.”

D.    Usman bin Affan

Seperti halnya Abu Bakar dan Umar, Usman bin Affan pun termasuk sahabat Rasulullah yang menghabiskan waktu malamnya dengan bertahajud. Diriwayatkan dari Ibnu Sirin r.a. bahwa ia berkata, “ Salah seorang istri Usman bin Affan, Nailah, berkata ketika beliau (Usman)  terbunuh, „Kalian telah membunuhnya, padahal ia adalah orang yang suka menghidupkan malam sepenuhnya dengan mengkhatamkan Al-Quran hanya dalam satu rakaat.”

 

Abdurrahman At-Tamimi berkata, “Sungguh pada malam ini aku akan mengalahkan orang-orang untuk meraih maqam Ibrahim. Ketika aku telah selesai mengerjakan shalat Isya, maka aku akhirnya berhasil mendapatkannya, sehingga aku pun bisa mengerjakan shalat di dalamnya. Ketika aku sedang berdiri, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang meletakkan tangannya di antara kedua pundakku, dan tertnyata laki-laki tersebut adalah Usman bin Affan. Sesudah kejadian itu, beliau mengerjakan shalat. Beliau memulainya dengan bacaan Ummul Kitab (Al-Fatihah) hingga kemudian mengkhatamkan seluruh Al-Quran, baru kemudian beliau rukuk dan sujud. Sesudah itu, beliau mengambil kedua sandalnya. Aku tidak tahu, apakah sebelum kejadian itu beliau juga sudah mengerjakan shalat atau belum.

E.     Ali bin Abi Thalib

Sama seperti sahabat-sahabat terdekat Rasulullah lainnya, Ali bin Abi Thalib pun terkenal kesalehannya karena selalu mendirikan waktu malam untuk shalat Tahajud. Ketika Dhirar bin Dhamrah Al-Kannani diminta oleh Muawiyah bin Abu Sofyan untuk memberikan komentar tentang Ali bin Abi Thalib r.a., maka dengan lugas ia mengatakan, “Beliau tidak suka kepada dunia dengan segala kegemerlapannya. Beliau lebih suka kepada waktu malam dengan kegulitannya. Aku bersaksi kepada Allah Swt. bahwa aku pernah melihat beliau berada di beberapa kesempatan, ketika malam hari telah menarik tirainya dan bintang-bintang telah terbenam, beliau beranjak menuju mihrabnya dengan memegang jenggotnya, tampak begitu gelisah dan menangis laksana tangisan orang yang bersedih hati, seakan sekarang ini aku sedang mendengarnya. Ketika itu beliau mengatakan, Ya Rabbana, ya Rabbana, sambil tunduk menghadapkan diri kepada-Nya. Selanjutnya ia berkata kepada dunia. „Apakah engkau hendak menipuku dan apakah kepada engkau hendak membidik? Sungguh jauh, mustahil! Tipulah orang lain selain aku saja. Sungguh umurmu adalah pendek, tempatku adalah hina, dan bahayamu sangatlah kecil. Aduhai, betapa sedikitnya perbekalan, betapa jauhnya perjalanan, dan betapa liarnya jalan yang harus ditempuh‟.” Dhirar melanjutkan ceritanya dengan mengatakan, “Lalu air mata Muawiyah menetes pada jenggotnya. Ia pun mengusapnya dengan lengan baju. Sementara itu, para sahabat yang lain ikut tercekik dengan tangis mereka.” Muawiyah berkata, “Jadi, seperti itu keadaan ayah Al-Hasan rahimahullah. Lalu, bagaimana perasaanmu kepadanya, wahai Dhirar?” Dhirar menjawab, “Seperti perasaan orang yang memiliki anak satu-satunya yang masih di pangkuannya lalu disembelih; air matanya tidak bisa berhenti dan kesedihannya tidak pernah berakhir.”

F.     Ibnu Abbas

Kebiasaan shalat malam tidak saja dilakukan oleh sahabat Rasulullah yang paling dekat saja (Khulafaur Rassidin). Sahabat nabi yang lain pun tak pernah membiarkan waktu malam berlalu tanpa mereka berdiri untuk mengerjakan shalat malam. Salah satu sahabat terbaik itu adalah Abdullah bin Abbas atau sering disebut dengan Ibnu Abbas. Abdullah bin Abbas r.a. pernah berkata, “Aku pernah mengerjakan shalat di belakang Nabi Saw. pada akhir malam, lalu beliau menyejajarkan aku dengan beliau. Ketika telah selesai, aku katakan kepada beliau, “Apakah pantas bagi seseorang untuk mengerjakan shalat sejajar denganmu, sedangkan engkau adalah Rasulullah?” Beliau kemudian memanjatkan doa kepada Allah agar menambahkan pemahaman dan ilmu kepadaku.”

 

Diriwayatkan dari Abu Raja‟ bahwa ia berkata, “Aku pernah melihat Ibnu Abbas dalam keadaan di bawah kedua matanya terdapat tanda seperti tali terompah yang telah usang, disebabkan oleh bekas tangisannya (bertobat dalam shalat malam).” Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah bahwa ia berkata, “Aku pernah mememani Ibnu Abbas r.a. dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah. Jika singgah di suatu tempat, maka dia mengerjakan shalat di tengah malam.” Ayyub bertanya kepada Ibnu Mulaikah, “Bagaimana bacaan beliau?” Ibnu Mulaikah menjawab, “Ia suka membaca ayat, „Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu suka lari daripadanya.” (Qaf [50]: 19). Beliau membacanya dengan tartil dan banyak menangis tersedus-sedu.”

G.    Abdullah bin Umar

Sahabat lain yang terkenal kehebatannya dalam mendirikan shalat malam adalah Abdullah bin Umar. Beliau adalah putra Amirul Mukminin, Umar bin Khattab.  Ibnu Umar r.a., jika selesai mengerjakan shalat malam, ia tidak lagi pernah tidur di malam hari kecuali hanya sebentar saja. Artinya dia akan terus mengisi malam dengan beribadah kepada Allah.

 

Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar r.a., memiliki lesung yang diisi air. Beliau berwudhu dengan menggunakan air tersebut dan mengerjakan shalat semampu beliau. Sesudah itu beliau menuju ranjang untuk tidur sebagaimana tidurnya burung (tidur ayam), kemudian bangun kembali dan berwudhu (dengan air yang ada di lesung tersebut), lantas mengerjakan shalat. Beliau melakukan hal itu hingga empat atau lima kali dalam semalam. Ketika menjelang wafat, Ibnu Umar r.a berkata, “Aku tidak pernah terhibur oleh sesuatu dari dunia ini, kecuali oleh rasa haus di siang hari (puasa) dan penderitaan di malam hari (shalat malam).”

 

Diriwayatkan dari Nafi‟ mengenai kesalehan Ibnu Umar r.a., “Bahwa beliau menghidupkan seluruh malam dengan mengerjakan shalat, kemudian beliau berkata, “Wahai Nafi‟, apakah kita sudah memasuki waktu sahur?” Nafi‟ menjawab, “Belum.” Beliau pun mengerjakan shalat kembali, dan ketika sudah selesai, beliau bertanya lagi, “Wahai Nafi‟, apakah kita sudah memasuki waktu sahur?” Nafi‟ menjawab, “Ya, sudah.” Beliau pun duduk untuk beristighfar dan memanjatkan doa kepada Allah hingga Subuh.”

H.    Abdullah bin Zubair

Abdullah bin Zubair adalah sahabat Rasulullah yang selalu mengerjakan shalat malam dan berpuasa di siang harinya. Beliau dijuluki sebagai „merpati masjid‟ karena selalu meluangkan waktunya di masjid untuk beribadah. Ibnu Zubair adalah seorang yang tidak bisa dikalahkan dalam tiga hal; keberanian, ibadah dan kefasihan.

 

Diriwayatkan dari Muslim bin Yannaq bahwa ia berkata, “Pada suatu hari, „Abdullah bin Zubair mengerjakan shalat, lalu beliau membacakan kepada kami surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa dan Al-Maidah tanpa mengangkat kepalanya (dalam sekali rakaat).” Mujahid berkata, “Abdullah bin Zubair itu jika sudah berdiri mengerjakan shalat, maka ia seakan sebatang tongkat.” Tsabit Al-Bannani berkata, “Aku pernah mendapat perintah untuk menemui „Abdullah bin Zubair, sedangkan ketika itu beliau sedang mengerjakan shalat di belakang maqam Ibrahim, seakan beliau adalah sebatang kayu yang diberdirikan, tanpa pernah bergerak.” Perumpamaan ini menunjukkan kekhusyukkan Abdullah bin Zubair pada saat beribadah malam kepada Allah.

I.       Abdullah bin Mas’ud

Sahabat Rasulullah berikutnya yaitu Abdullah bin Mas‟ud. Beliau memilki satu keunikan dalam mendirikan shalat malam, yaitu jika orang-orang sudah terlelap dalam tidur, beliau bangkit untuk mengerjakan shalat di keheningan malam. Suasana yang hening membuatsuara beliau terdengar seperti suara dengungan lebah.

 

Umar bin Khattab bertutur, “Kami pernah bercakapcakap pada suatu malam di rumah Abu Bakar tentang sebagian dari kebutuhan Nabi Saw., kemudian kami pun keluar, sedangkan Rasulullah Saw. berada di antara aku dan Abu Bakar. Tatkala kami sampai di masjid, ternyata ada seorang laki-laki yang sedang membaca Al-Quran, lalu Nabi Saw. berdiri untuk mendengarkan bacaan tersebut dengan saksama. Aku katakana kepada beliau, “Wahai Rasulullah, bukankah engkau hendak mengerjakan shalat Isya?” Beliau memberikan isyarat dengan tangannya agar aku diam. Seltelah membaca Al-Quran,orang itu kemudian rukuk, sujud, kemudian duduk untuk memohon kepada Allah dan meminta ampun (beristighfar) kepada-Nya. Nabi Saw. pun kemudian bersabda, “Barangsiapa ingin agar bisa membaca Al-Quran dalam keadaan “basah” (segar) sebagaimana ia diturunkan, maka hendaklah ia membacanya sebagaimana Ibnu Ummi Abd.” Aku dan Abu Bakar pun tahu bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah adalah Abdullah bin Mas‟ud. Ketika pagi tiba, aku berangkat untuk menemuinya dengan maksud hendak memberikan kabar gembira kepadanya. Setelah aku ceritakan, ia pun menjawab, “Engkau telah keduluan oleh Abu Bakar.” Dan, memang, tidaklah aku berlomba dengan Abu Bakar menuju kebaikan, kecuali dia mesti mendahuluiku.”

 

Abdullah bin Mas‟ud berkata, “Seyogyanya bagi seorang penghafal Al-Quran untuk dikenal dengan malamnya (suka mengerjakan shalat malam) ketika orangorang sedang tidur; dikenal dengan siangnya (puasanya) ketika orang-orang sedang berbuka; dikenal dengan tangisnya ketika orang-orang tertawa; dikenal dengan diamnya ketika orang-orang sedang berbaur; dan dikenal dengan kekhusyukannya ketika orang-orang bersikap sombong.”

 

Diriwayatkan dari „Alqamah bin Qais, bahwa ia berkata, “Aku pernah bermalam bersama Abdullah bin Mas‟ud, lalu beliau beribadah di awal malam, kemudian beliau berdiri untuk mengerjakan shalat. Beliau membaca Al-Quran sebagaimana seorang imam membaca Al-Quran di kampungnya. Ia membacanya secara tartil tanpa mengulanginya, sedangkan orang yang ada di sekelilingnya dapat mendengarnya. Hal itu terus berlangsung hingga tidak ada yang tersisa dari keadaan gelap kecuali sebagaimana rentang waktu antara azan Magrib hingga selesai mengerjakan shalat Magrib, setah itu kemudian dia mengerjakan shalat Witir.” 

J.      Mu’adz bin Jabal

Sahabat Rasulullah, Mu‟adz bin Jabal jika bangun malam untuk mengerjakan shalat Tahajud, dia selalu berdoa kepada Allah Swt.. Dalam doanya, Mua‟adz bin Jabal berharap, “Ya Allah, mata telah tidur dan bintang telah terbenam, sedangkan Engkau adalah Zat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri. Ya Allah, permintaanku mengenai surga begitu lambat, sedangkan lariku dari neraka begitu lemah. Ya Allah, jadikanlah untukku di sisiMu petunjuk yang akan membimbingku pada hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahai janji.”

 

K.    Al-Ajradah Al-Ammiyah

Tidak hanya dari kaum laki-laki yang dikenal dunia karena kesalehannya dalam mendirikan malam, beberapa sahabat dan sufi wanita pun telah mencatatkan namanya menjadi hamba-hamba Allah yang senantiasa menghidupkan malam dengan tahajud. Di antara wanitawanita salehah tersebut adalah Al-Ajradah Al-Ammiyah.

 

Raja‟ bin Muslim Al-Abdi berkata, “Kami pernah berada di rumah Al-Ajradah Al-„Ammiyah. Ia biasa menghidupkan seluruh malam dengan mengerjakan shalat. Ia mengerjakan shalat sejak awal malam hingga waktu sahur. Ketika waktu sahur telah tiba, maka ia berkata dengan suaranya yang bernada sedih, „Kepada-Mu orang-orang ahli ibadah itu menghabiskan waktu malam  hingga waktu sahur tiba. Mereka berlomba untuk mendapatkan rahmat-Mu dan luas ampunan-Mu. Hanya kepada-Mu, ya Ilahi, bukan kepada selain-Mu, aku memohon agar Engkau berkenan menjadikanku termasuk orang-orang yang terdepan dalam beribadah kepada-Mu, agar Engkau mengangkatku pada tingkatan para hamba yang mendekatkan diri kepada-Mu, dan agar Engkau menyertakan aku bersama golongan hamba-hamba-Mu yang saleh. Engkau adalah Zat yang paling pemurah, paling penyayang , dan paling agung, wahai Zat Yang Maha Mulia.‟” Kemudian ia pun tersungkur dalam keadaan sujud, dan ia terus saja menangis dan memanjatkan doa dalam sujudnya hingga terbit fajar. Hal seperti itu sudah menjadi kebiasaannya selama tiga puluh tahun.”


 

L.     Rabi’ah Al-Adawiyah

Selain Al-Ajradah Al-Ammiyah, wanita lain yang dikenal sejarah sebagai wanita salehah yang senantiasa menghidupkan malam dengan tahajud adalah Rabi‟ah AlAdawiyah. Beliau adalah seorang sufi wanita yang cukup dikenal dan dihirmati pada masanya. Ketaatan dan ketakwaannya kepada Sang Pencipta, dibuktikan dengan menghabiskan seluruh usia dan waktunya dengan beribadah kepada Allah melalui cinta yang suci kepada

Allah. 

 

Abdah binti Abi Syawwal, seorang pembantu Rabi‟ah, berkata,  “Rabi‟ah Al-„Adawiyah mengerjakan shalat sepenuh malam. Jika fajar telah terbit, maka tidur sejenak di tempat shalatnya hingga waktu Subuh tiba. Aku mendengarnya mengatakan ketika bangkit dari tempat tidurnya dengan perasaan takut, „Wahai diri, berapa lama engkau tidur dan kapan engkau bangun? Sebentar lagi engkau akan tidur tanpa pernah bangun kembali, kecuali jika sudah tiba tiupan hari kebangkitan.”

 

Disebutkan pula dalam riwayat bahwa Rabi‟ah Al„Adawiyah itu jika memasuki waktu malam, maka ia mengenakan baju selubung yang biasa dikenakan oleh pembantu, kemudian ia berdiri mengerjakan shalat hingga waktu sahur tiba. Dalam munajatnya, ia mengatakan, “Ilahi, bintang-bintang telah tenggelam, semua mata telah terpejam, para raja telah menutup istananya, sedangkan setiap orang yang mencintai menyendiri dengan orang yang dicintainya. Sesungguhnya aku menyendiri denganMu. Oleh karena itu, bebaskanlah aku dari neraka.” Ketika waktu sahur tiba, ia berkata, “Alangkah kiranya jika malamku menatapku kembali, sehingga aku sambut dengan rasa senang. Atau, justru ia meninggalkanku, sehingga aku harus kehilangan.”

M.   Abdullah bin Mubarak

Satu lagi orang-orang saleh yang senantiasa bersujud dan bersimpuh dalam keheningan malam adalah Abdulah bin Mubarak. Kesalehan Abdulan bin Mubarak cukup dikenal dikalangan para sahabatnya pada masa itu. 

 

Muhammad  bin A‟yun, salah seorang sahabat Ibnul Mubarak dalam sebuah safar (perjalanan) bersama Ibnu Mubarak menceritakan. “Pada suatu malam, ketika kami sedang berperang melawan bangsa Romawi, ia pergi menjauh dariku untuk meletakkan kepalanya dengan maksud memperlihatkan kepadaku bahwa ia akan tidur. Maka, aku pun ikut meletakkan kepala seakan aku hendak tidur. Tidak berapa lama, kemudian dia bangun untuk mengerjakan shalat, ia masih saja mengerjakan shalat hingga terbit fajar, sedangkan aku terus memerhatikannya. Ketika fajar telah terbit, ia pun membangunkanku. Ia menyangka bahwa aku masih tidur. Ia berkata, „Muhammad!‟ Aku menjawab, „Sebenernya, aku belum juga tidur.‟ Ketika ia mendengar jawabanku, maka aku tidak lagi melihatnya mengajakku berbicara dan juga tidak merasa nyaman terhadapku untuk mengajakku dalam peperangan lainnya. Sepertinya, ia tidak berkenan manakala aku mengetahui amal yang dilakukannya. Tapi, aku tetap mengetahuinya sebagai seorang ahli ibadah hingga meninggal. Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih merahasiakan amal kebaikan mengalahkan beliau.”

 

Ketika Ibnu Mubarak hendak meninggal, ia tersenyum dan membacakan ayat: 

“Untuk kemenangan serupa Ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.” (Q.s. Ash-Shaffat [37]: 61)

             


N.    Malik bin Dinar

Sahabat terakhir dari sekian banyak shabat Rasulullah dan orang-orang saleh yang selalu bermunajat di waktu malam adalah Malik bin Dinar. Ketakwaan Malik bin Dinar dalam mendirikan shalat Tahajud pernah diceritakan oleh Mughirah bin Habib, dia berkata, “Aku pernah memerhatikan Malik bin Dinar. Ia berwudhu setelah Isya, kemudian bangkit menuju tempat shalatnya dengan memegang jenggotnya, sambil menangis tersedusedu seraya berdoa, “Ya Allah, haramkan jenggot Malik ini atas neraka. Ya Allah, Engkau mengetahui siapa penghuni surga dan siapa penghuni neraka; lalu aku Malik  hambaMu yang lemah ini termasuk yang mana? Mana di antara dua tempat itu yang akan dihuni oleh Malik?‟ Ia terus mengatakan seperti itu hingga terbit fajar.”

 

Malik bin Dinar pernah berkata, “Aku terjaga pada malam hari untuk melakukan wirid (shalat malam) sebagaimana biasanya. Tiba-tiba aku tertidur kembali dan bertemu dengan seorang gadis cantik yang membawa secarik kertas. Dia bertanya kepadaku, “Apakah kamu bisa membaca?” “Ya”, jawabku. Ia pun menyodorkan secarik kertas itu kepadaku, dan ternyata dalam kertas tersebut tertulis bait-bait syair berikut ini:

             

Apakah kelezatan dan angan-angan membuatmu lalai

Dari bidadari cantik berkulit putih nan lembut di surga

Di sana, engkau hidup kekal dan tak pernah mati

Engkau lupa di surga ada gadis-gadis cantik jelita

Bangunlah dari tidurmu karena ada yang lebih baik daripada tidur

Yaitu tahajud dengan membaca Al-Quran.

 

Baca Juga: AGAR KHUSU’ DALAM TAHAJJUD