Semakin
hari, pemilihan kepala daerah (Pilkada) khususnya pemilihan gubernur (Pilgub)
Sumbar 2020 sangat menarik untuk diikuti. Teka teki pasangan calon begitu cepat
berhembus. Alun takilek lah takalam,
begitulah urang awak dalam mengambil
sebuah pandangan. Ya, wajar saja permainan dari elit sangat mudah ditebak. Ada
yang terang-terangan bergandengan, ada pula yang masih malu-malu namun intens
bertemu. Semakin kesini, semakin jelas jantan
batinonyo.
Tidak
mudah melenggang ke Galanggang
memunculkan diri dalam proses pencalonan ke partai politik (parpol).Dalam pelaksanaannya
sering terdistorsi oleh praktik yang tidak lagi mengakomodasi kapasitas dan
kapabilitas. Namun lebih kepada ajang kontestasi pada pertarungan modal. Seakan
kualitas dikesampingkan, faktor kemampuan modal dan finansial diutamakan.
Baca Juga: Prajurit Harus Ikuti Perkembangan Zaman untuk Hadapi Tantangan Global
Baca Juga: Prajurit Harus Ikuti Perkembangan Zaman untuk Hadapi Tantangan Global
Diawal-awal,
berbagai partai politik (parpol) membuka kran penjaringan calon gubernur dan
wakil gubernur Sumbar 2020. Para calon berdatangan melakukan safari politik.
Sebuah ikhtiar diawal mencari kendaraan yang akan ditunggangi. Apakah ini
sebagai bentuk strategi parpol mencari calon yang berkualitas? Entahlah, sampai
saat ini penjaringan yang dilakukan tidak jelas muaranya.
Istilah
laluan yang diawak sangat tepat
disematkan dikalangan elit parpol. Banyak-nya calon yang mendaftarkan diri ke
parpol, mengikuti alur dan mekanisme yang ada tidak jelas ujung pangkalnya.
Pada akhirnya kader partai sendiri yang dinaikan. Satu sisi sangat bagus.
Parpol berhasil melakukan pengkaderan dan memecahkan sindrom ketidak percayaan
terhadap kader sendiri. Akan tetapi apa yang sudah dilakukan, memperlihatkan
parpol tidak konsisten dan tidak terlalu serius dalam melakukan penjaringan.
Seolah-seolah memberikan ruang dan fasilitas kepada orang yang memiliki kualitas,
akan tetapi sekedar basa basi untuk meningkatkan elektoral partai.
Seharusnya
metode penjaringan ini bisa dikelola dengan baik. Dilakukan dengan
mengedepankan prinsip transparansi dan keterbukaan. Sehingga menegaskan parpol
bukan hanya etintas yang ekslusif melainkan mampu memfasilitasi orang lain
ikut terlibat dalam kontestasi Pilgub. Metode penjaringan ini bisa dijadikan
sebagai momentum rekutmen kader parpol. Jika tidak seperti itu, pencalonan
melalui parpol masih sangat bernuansa oligarki elit. Kecenderungan pilihan
lebih mendominasi kepada materi dan posisi ditataran elit parpol. Sehingga yang
memiliki potensi otomatis terpinggirkan.
Bukan
perkara mudah memproyeksikan calon yang akan diturunkan dalam sebuah
konstestasi politik. Diperlukan tolak ukur, hitung-hitungan dan analisa yang
tajam dalam menentukan sikap. Paling dominan itu soal popularitas,
elektabilitas serta cost politik yang
akan dipertaruhkan. Belum lagi kongkalingkong
ditataran elit parpol yang harus dihadapi.
Perlu
diketahui internal parpol memiliki prosedur, mekanisme, dan alur komunikasi. Tingkatannya
berjenjang, mulai dari daerah, dan berkahir di tangan perngurus pusat untuk mengeluarkan
Surat Keputusan (SK). Jika sudah dilalui semua, SK pun keluar, tiket sudah
didapatkan.
Baca juga: Sonsong Pilgub Sumbar 2020, Suherman Bangun Komunikasi Dengan Fauzi Bahar
Rumitnya
prosedural dan tingginya tingkat lobi ditataran elit parpol, tidak sedikit yang
mencoba peruntuhan dengan jalur independen. Memang sesuatu yang tidak lazim. Namun
cara ini legal dan diakui undang-undang. Cukup dengan bermodalkan KTP 316 ribu
dari berbagai loyalis, sudah bisa ikut serta dalam kontestasi Pilgub. Cara ini
begitu simple dan short cut dibandingkan masuk dengan
mekanisme parpol. Banyak rantai yang diputus, lobi ditataran elit bahkan
politik transaksional mungkin saja terjadi.
Membangun Koalisi
Setiap
kontestasi Pilkada terciptanya sebuah koaliasi tidak bisa dihindari. Hal ini
merupakan sebuah ruh membangun dan
menggalang kekuatan menghadapi lawan politik. Secara peraturan undang-undang,
koalisi menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh Parpol jika tidak mencukupi
jumlah kursi 20%. Menurut UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota. Pasal 40 ayat (1) menyebut bahwa Partai Politik atau
gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi
persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
di daerah yang bersangkutan.
Bagi
parpol yang sudah memiliki kecukupan batas jumlah kursi 20% koalisi tetap saja
dilakukan, baik itu dengan sesama parpol maupun dengan ormas dan lembaga sosial
masyarakat lainya. Ini membuktikan bahwa parpol tidak bisa mandiri, sangat
membutuhkan suntikan dukungan dari pihak lain.
Dikutip
dari pernyataan Yusa Djuyandi, tebentuknya sebuah koalisi dimungkinkan oleh
banyak faktor, di antaranya karena adanya kesamaan platform di antara parpol
yang akan berkoalisi tersebut. Platform yang dimaksud termasuk dalam masalah
agama, ekonomi dan kebangsaan. Tetapi, koalisi juga bisa dibangun atas dasar
kepentingan politik murni, yakni untuk mendapatkan jabatan publik strategis dan
kemudian membagi-baginya di antara sesama peserta koalisi.
Koalisi
partai yang berdasarkan atas asas kepentingan politik elit mempunyai pengaruh
kepada terbukanya ruang bagi kelas elit untuk menguasi lini-lini strategis demi
kepentingan kekuasaan antar parpol koalisi. Sebaliknya, koalisi berangkat dari
kesamaa visi dan pandangan politik akan mengedepankan semangat pengabdian
kepada masyarakat.
Baca Juga: Nomor Kontak Penting Kota Padang
Selama
koalisi didasarkan pada kepentingan dan kemaslahatan masyarakat melalui
mekanisme demokrasi yang dijalani dengan semangat perubahan kearah yang lebih
baik, akan menghasilkan pemimpin yang memiliki integritas dan ketajaman dalam
mengelola tatanan kehidupan masyarakat. Dan sebaliknya jika dorongan koalisi yang
mengarah atas kepentingan oligarki elit, menangpun belum tentu memberikan
kemaslahatan untuk masyarakat.
Peta Pilgub Sumbar 2020
Koalisi
Pilgub Sumbar 2020 sudah mengerucut dengan mengapungnya beberapa pasang calon
ke permukaan. Walaupun belum resmi mendaftar ke KPU, sudah banyak yang show up ke publik. Baliho dipasang dan dibentangkan
di area-area pusat keramaian dan jalan-jalan yang berpotensi mengundang
ketertarikan masyarakat. Selain itu pasangan sudah saling berkunjung, saling
blusukan ke daerah-daerah dalam motif mencari dukungan. Langkah awal dalam
menaskan mesin sebelum pita Pilkada
serentak 2020 digunting KPU.
Perjalan
kontestasi Pilgub Sumbar saat ini bisa dikatagorikan dalam 5 kelompok. Walaupun
belum resmi dan pasti, setidaknya
menjadi referensi untuk ditelaah lebih lanjut. Pertama, pasangan yang diusung
parpol dan koalisi parpol dengan jumlah kursi sudah mencukupi 20%. Kedua,
pasangan yang diusung parpol jumlah kursi kurang dari 20%. Ketiga, parpol yang sudah
ada calon namun belum menentukan koalisi. Keempat, parpol yang memiliki kursi
kurang 20% tapi tidak ada calon yang diusung. Terkahir, pasangan tanpa koalisi
partai (jalur independen).
Parpol
dan koalisi parpol yang sudah mengantongi 20% suara sudah memuculkan pasanganya
diantaranya, Nasrul Abid dan Indra Catri usungan tunggal dari Gerindra dengan
14 kursi. Pasangan Mahyeldi Asharullah dengan Audy Joinaldy koaliasi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Pembangunan (PPP) total 14 kursi. Parpol
yang belum mengantongi minimal 20% namun sudah memiliki pasangan yaitu Faldo
Maldini dengan Febby Dt. Bangso diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan
3 kursi. Parpol yang sudah mempunyai calon akan tetapi belum menentukan koalisi
diantaranya Demokrat dengan nama yang mencuat yaitu Mulyadi, Partai Amanat
Nasional (PAN) dengan dua orang nama sekaligus Ali Mukhni dan Sadiq Pasadigoe. Parpol
yang memiliki kursi tapi tidak memiliki calon yaitu Golkar 8 kursi, NasDem dan
PDIP sama-sama 3 memiliki kursi. Dan terkahir jalur independen ada pasangan
Fakhrizal dengan Genius Umar.
Baca Juga: Walikota, Kita Butuh Eucalyptus Untuk Pencegahan Covid 19
Sejauh
ini pasangan yang sudah jelas dan bisa dikatakan akan melaju tanpa kendala
adalah Mahyeldi dengan Audy Joinaldy koalisi PKS dan PPP. Serta Nasrul Abid dengan
Indra Catri calon tunggal dari Gerindra. Dari batas minal kursi sudah memenuhi
20%. Ditaran elitpun sudah saling membuka ruang bahkan saling berkunjung dan
mendeklarasikan diri.
Dilain
sisi geliat politik masih diperlihatkan oleh Mulyadi, Ali Mukhni dan Sadiq
Pasadigoe. Bahkan digadang-gadang Demokrat dan PAN akan membentuk koalisi.
Apakah Mulyadi dengan Ali Mukhni atau Mulyadi dengan Sadiq Pasadigoe ? Namun sampai sekarang belum
jelas arahnya. Apa belum selesai transaksi politik dikalangan elit?
Pasangan
lainya, Faldo dengan Febby Dt. Bangso walaupun belum memenuhi 20% sudah mulai terjun
ke masyarakat. Saling bergandengan kemanapun itu. Satu sisi memperlihatkan
keseriusan untuk memancing parpol lain yang belum mempunyai calon dan
menentukan koalisi. Golkar, NasDem dan PDIP yang saat ini tidak terlalu
bersikap di Pilgub Sumbar, bisa saja ditarik untuk berkoalisi. Potensi hadirnya
koalisi PKB, Golkar, PDIP dan NasDem sangat besar. Semua parpol tersebut merupakan
satu kesatuan dari koalisi pemerintah di tingkat pusat. Jadi tidak begitu sulit
sepertinya melakukan lobi ditataran elit untuk terbentuknya koalisi.
Baca Juga: digitalisasi Tantangan dalam Hidup Modern
Semantara
itu pasangan Fakhrizal dan Genius Umar sudah lebih awal menyatakan diri maju melalui
jalur independen jauh sebelum pasangan lain mendeklarasikan diri. Semua
persyaratan sudah diajukan, tinggal menunggu hasil verifikasi KPU.
Peta
politik akan terus berubah karena di dalam politik tidak ada yang pasti.
Kemungkinan dan kemungkinan itu akan terus ada. Yang sudah dekat terkadang bisa
langsung menjauh. Dan sebaliknya, yang jauh bisa juga mendekat. Komunikasi
ditataran elit partai tidak semudah dibayangkan saat calon melakukan komunikasi
dengan masyarakat. Banyak kepentingan yang bermain di dalamnya. Tinggal
ditunggu saja percaturan ditingkat elit parpol. Apakah akan ada surprise yang dihadirkan untuk melenggang
ke Galanggang dalam kontestasi Pilgub Sumbar 2020.
Oleh: Reido Deskumar
Koordinator The Indonesian Democracy Initiative (TIDI) Sumatera Barat