Search

Satu Desa Rumah Ditelan Likuifaksi Petubo


Setelah gempa terjadi di Palu, 28 September 2018 pada pukul 18:02 WITA, terjadi likuifaksi di Petobo, Palu Selatan. Petobo kelurahan di bagian selatan-tenggara kota Palu yang berbatasan langsung dengan Kab. Sigi & Kab. Donggala.
😦 "Iya Pakde sangat memprihatinkan. Sedih saya"

Peristiwa yang memprihatinkan ini menarik bagi seorang ahli geologi termasuk Fraga Luzmi Fahmi, seorang geolog yang seharoharinya tidak bekerja di dunia kebencanaan sesekalipun. Fraga menulis tentang ini karena di Kelurahan Petobo lah rumah orang tuanya berada dan tempat tinggal saya selama bersekolah SD hingga SMA di Palu. Alhamdulillah, rumahnya dan juga tetangga di komplek perumahan rumah Fraga ini bisa selamat, nyaris terhempas oleh soil liquefaction tersebut, hanya berjarak 250 meter dari zona liqufaction.
😀 "Mudah-mudahan keluarga Fraga juga selamat dari goyangan gempa dan fenomena bencana lainnya. Aamiin".

Fraga tentunya belajar bahwa likuifasi atau soil liquefaction yang sebenarnya adalah fenomena geologi yang dipelajari sewaktu masih kuliah. Ya, hilangnya kekuatan rekat atau daya kohesifitas pada sedimen yang tidak kompak (unconsolidated sediments) pada zona jenuh air akibat getaran yang disebabkan oleh gelombang S (S-waves) gempa bumi.
Perisitiwa serupa juga pernah terjadi di masa lalu, gempa Madrid tahun 1811-1812, gempa Tangshan China tahun 1976, gempa San Francisco, USA (Loma Prieta 1989), gempa Niigata Jepang tahun 1994, gempa Kobe Jepang tahun 1995, dan gempa Christchurch New Zealand 2010-2011.
😦 "Padhe, Fraga itu pinter ya ?"
😀 "Geolog yang pinter tu banyak, Thole. Fraga termasuk yang konsen dan prihatin sehingga tergerak untuk membuat tulisan ini.
Hasil dari pengamatan citra satelit Digital Globe sebelum dan setelah peristiwa likuifaksi memperlihatkan fakta yang cukup mengerikan, karena hampir separuh dari luas wilayah Petobo, terhempas oleh likuifaksi. Hingga saat tulisan ini ditulis, belum diketahui pasti berapa jumlah korban meninggal dunia akibat bencana ini. Likuifaksi ini menimpa daerah pemukiman penduduk yang cukup ramai karena lokasinya berada di sepanjang Jl. HM Soeharto, jalan raya dari Palu menuju bukit bumi perkemahan Ngata Baru dan juga jalan menuju pasar tradisional dan terminal Bulili.
Terlihat jelas bahwa pergerakan soil liquefaction dari arah timur ke arah barat, yang dipengaruhi oleh relief Petobo yang menurun ke arah barat dan jenis litologi sedimen aluvial/koluvial Lembah Palu berupa pasir-lempung. Citra satelit memperlihatkan karakter khas gerekan massa (landslide) jenis mudflow dan terlihat jelas bagian-bagiannya sesuai gambar ilustrasi berikut. Zona permukaan tanah yang jenuh air akibat likuifaksi tersebut membuat bangunan dan infrastruktur sipil di atasnya di wilayah Petobo menjadi rusak dan menimbulkan korban jiwa. Perlu analisis lebih lanjut dan studi di lapangan untuk mempelajari lebih dalam mengenai peristiwa ini.
😦 "Pakdhe, jadi haru gimana doonk ?"
Kalau melihat peta yang peroleh dari satelit, likuifaksi yang terjadi di Kota Palu dan sekitarnya diduga merupakan tipe likuifaksi siklik yang terjadi pada daerah dengan morfologi agak landai hingga hampir datar, serta likuifaksi tipe aliran terjadi pada daerah dataran yang jenuh air dan kerusakannya bersifat lokal.

Pengurangan dampak di masa mendatang:

  • Pada daerah yang berpotensi terjadi likuifaksi siklik, utamanya yang terletak pada daerah yang berdekatan dengan jalur patahan, sebaiknya digunakan sebagai ruang terbuka hijau dan bila akan didirikan bangunan bukan merupakan hunian tetap
  • Pada daerah yang berpotensi terjadi likuifaksi tipe aliran dengan ditandai kemunculan pasir ke permukaan, dan permukaan tanahnya masih rata, masih dapat digunakan untuk hunian sementara atau hunian tetap berupa bangunan ringan (contoh rumah panggung) atau bangunan permanen dengan melibatkan rekayasa teknik sipil tentunya.
  • Kalau kita lihat peta lokasi-lokasi terdampak likuifaksi, maka daerah yang mengalami amblesan yang mencakup area yang luas, sebaiknya digunakan sebagai ruang terbuka hijau. Misal taman kota, lokasi olah raga atau perkebunan dan pertanian.
Tentunya yang dibutuhkan untuk operasional di lapangan adalah peta detil kebutuhan pembangunan fisik, civil engineering.  Untuk mengetahui hal itu tentunya perlu dilakukan pengamatan langsung dilapangan. Dan sebaiknya dilakukan sejak dini, karena banyak batuan-batuan yang tersingkap ini masih dapat diamati dengan baik.
😦 "Ayo dong Pakde kesana juga !"

pakde | Oktober 4, 2018 pukul 4:08 am | Kategori: Bencana Alam, donggala, gempa, Longsor | URL: https://wp.me/p8L3DC-3eE