SalingkaLuak.com,-Kopi yang saat ini sedang hangat hangatnya didunia bisnis kuliner ternyata sudah dikenal semenjak 1000 tahun Sebelum masehi. Suku Galla di Afrika timur sudah mengenal kopi pada masa itu. Pada abad ke 5 Masehi kopi sudah masuk di pelosok pelosok Ethiopia.
Pada 700 –
1000 M Bangsa Arab meminum kopi untuk penambah energi dalam menjalankan usaha
dagang. Sehingga penyebaran kopi dimuali disaat itu seiring dengan penyebaran
Agama Islam di dunia. Sumber kopi pertama di Mocha Daerah yaman.
Pada 1000 M
Ibnu Sina tokoh kesehatan Islam pernah menyelidiki kandungan kimiawi yang ada
pada kopi dan pengaruhnya untuk kesehatan. Dikisaran tahun 1400 M kopi
berkembang pesat di jazirah Arab. Di Makkah dan Madinah banyak di jumpai kedai
kedai kopi.
Pada tahun
1600 M kopi mulai ada di India. Kopi dibawa oleh baba budan yang pulang haji
dari Makkah dan dikembangkannya di jazirah India. Kopi Masuk kenegri Belanda
sekitar tahun 1616 dengan asal dari Mocha Yaman.
Pada tahun
1696 Seorang warga negara Belanda bernama Zwaardecroon, membawa beberapa benih
tanaman dari Mekkah ke Bogor, Indonesia. Dan, menjadi tanaman komoditas
terpenting di Hindia Belanda. Sehingga bibit kopi ini dikenal dengan nama
Arabica. Sayang bibit ini mati semua karena jamur.
Akhirnya
pemerintah kolonial Belanda mencoba untuk menggantinya dengan jenis kopi yang
lebih kuat terhadap serangan penyakit dan Hama yaitu Kopi Liberika. Namun jenis
kopi ini juga tidak tahan terhadap serangan hama dan penyakit karat daun yang
membuat kopi ini kurang bisa diterima di pasar karena memiliki cita rasa yang
terlalu asam. Saat ini sisa tanaman kopi jenis Liberika masih dapat ditemui di
daerah Jambi, Jawa Tengah dan Kalimantan.
Selanjutnya
Kolonial Belanda mencoba mendatangkan kopi jenis Robusta (Coffee Cabephora)
pada tahun 1900, yang ternyata jenis kopi ini tahan terhadap serangan penyakit
dan hama dan hanya memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan,
tidak hanya itu saja, produksi kopi jenis ini juga jauh lebih tinggi
dibandingkan jenis kopi lainnya. maka setelah itu kopi Robusta menggantikan
jenis kopi Arabika khususnya di daerah yang memiliki ketinggian 1000 m dpl dan
mulai menyebar di daerah Jawa, Sumatera dan Indonesia Bagian Timur.
Semenjak
Pemerintah Hindia Belanda meninggalkan Indonesia, perkebunan rakyat terus tumbuh
dan berkembang, sedangkan perkebunan swasta hanya bertahan di Jawa Tengah, Jawa
Timur dan sebagian kecil di Sumatera; dan perkebunan negara (PTPN) hanya
tinggal di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sebelum lebih jauh menelusuri sejarah kopi ada baiknya kita mulai dengan asal-usul kata “kopi” itu sendiri. Menurut Wiliam H. Ukers dalam bukunya All About Coffe (1922) kata “kopi” mulai masuk ke dalam bahasa-bahasa Eropa sekitar tahun 1600-an. Kata tersebut diadaptasi dari bahasa Arab “qahwa”. Atau, mungkin tidak langsung dari istilah Arab tetapi melalui istilah Turki “kahveh”.
Di Arab
istilah “qahwa” tidak ditujukan untuk nama tanaman tetapi merujuk pada nama
minuman. Malahan ada beberapa catatan yang menyebutkan istilah tersebut awalnya
merujuk pada salah satu jenis minuman dari anggur (wine). Namun para ahli
meyakini kata “qahwa” digunakan untuk menyebut minuman yang terbuat dari biji
yang diseduh dengan air panas. Biji tersebut diketahui berasal dari buah yang
dihasilkan tanaman kopi.
Masih
menurut Ukers, asal-usul kata “kopi” secara ilmiah mulai dibicarakan dalam
Symposium on The Etymology of The Word Coffee pada tahun 1909. Dalam simposium
ini secara umum kata “kopi” diyakini merujuk pada istilah dalam bahasa arab
“qahwa”, yang mengandung arti “kuat”.
Ada juga
pihak yang menyangkal istilah kopi diambil dari bahasa Arab. Menurut mereka
istilah kopi berasal dari bahasa tempat tanaman kopi berasal yakni Abyssinia.
Diadaptasi dari kata “kaffa” nama sebuah kota di daerah Shoa, di Selatan Barat
Daya Abissynia. Namun anggapan ini terbantahkan karena tidak didukung bukti
kuat. Bukti lain menunjukkan di kota tersebut buah kopi disebut dengan nama
lain yakni “bun”. Dalam catatan-catatan Arab “bun” atau “bunn” digunakan untuk
menyebut biji kopi bukan minuman.
Dari bahasa
Arab istilah “qahwa” diadaptasi ke dalam bahasa lainnya seperti seperti bahasa
Turki “kahve”, bahasa Belanda “koffie”, bahasa Perancis “café”, bahasa Italia
“caffè”, bahasa Inggris “coffee”, bahasa Cina “kia-fey”, bahasa Jepang “kehi”,
dan bahasa melayu “kawa”. Pada faktanya hampir semua istilah untuk kopi di
berbagai bahasa memiliki kesamaan bunyi dengan istilah Arab.
Khusus untuk
kasus Indonesia, besar kemungkinan kata “kopi” diadaptasi dari istilah Arab
melalui bahasa Belanda “koffie”. Dugaan yang logis karena Belanda yang pertama
kali membuka perkebunan kopi di Indonesia. Tapi tidak menutup kemungkinan kata
tersebut diadaptasi langsung dari bahasa Arab atau Turki. Mengingat banyak
pihak di Indonesia yang memiliki hubungan dengan bangsa Arab sebelum orang-orang
Eropa datang.
Mulai dari
asal-usul tanaman hingga perdagangan biji kopi.
Sejarah
mencatat tanaman kopi berasal dari Abyssinia,4 nama daerah lawas di Afrika yang
saat ini mencakup wilayah negara Etiopia dan Eritrea. Tidak banyak diketahui
bagaimana orang-orang Abyssinia memanfaatkan tanaman kopi. Berbagai rujukan
sejarah mengatakan kopi dipopulerkan sebagai minuman penyegar oleh bangsa Arab.
Biji kopi menjadi komoditas komersial setelah dibawa oleh para pedagang Arab ke
Yaman.
Di masa awal,
bangsa Arab memonopoli perdagangan biji kopi. Mereka mengendalikan perdagangan
lewat Mocha, sebuah kota pelabuhan yang terletak di Yaman. Saat itu Mocha
menjadi satu-satunya gerbang lalu-lintas perdagangan biji kopi. Demikian
strategisnya pelabuhan tersebut dalam perdagangan kopi, sampai-sampai orang
Eropa menyebut kopi dengan nama Mocha.
Memasuki
abad ke-17 orang-orang Eropa mulai mengembangkan perkebunan kopi sendiri.
Karena iklim Eropa tidak cocok untuk tanaman kopi, mereka membudidayakan
tanaman tersebut di daerah jajahannya yang tersebar di berbagai penjuru bumi.
Salah satunya di Pulau Jawa yang dikembangkan oleh bangsa Belanda. Untuk masa
tertentu kopi dari Jawa sempat mendominasi pasar kopi dunia. Saat itu secangkir
kopi lebih popular dengan sebutan “Cup of Java”, secara harfiah artinya
“secangkir Jawa”.
Siapapun
yang mencoba menelusuri asal-usul kopi mungkin akan menemukan dua legenda yang
sangat terkenal. Yakni cerita “Si Kaldi dan kambingnya” dan cerita “Ali bin
Omar al Shadhili”. Kedua legenda ini menceritakan awal manusia mengolah buah
kopi.
Si Kaldi dan
kambingnya
Kaldi dan
kambingnya
Legenda kopi
dan kambingnya (Ilustrasi: Wiliam H. Ukers)
Cerita ini
diambil dari legenda yang berkembang di Etiopia. Syahdan terdapat seorang
pemilik kambing bernama Kaldi. Pada suatu hari si Kaldi mendapati kambingnya
hiperaktif, melompat ke sana kemari seperti sedang menari. Setelah diselidiki
ternyata kambingnya telah memakan buah beri merah dari pohon yang belum
dikenali. Dengan rasa penasaran si Kaldi mencoba buah tersebut. Setelah
memakannya ia mendapati dirinya berperilaku seperti kambingnya.
Si Kaldi
melaporkan kejadian ini ke seorang biarawan. Si biarawan tertarik dengan cerita
si Kaldi dan ia pun mencoba buah tersebut. Efeknya si biarawan merasa seperti
mendapat tenaga ekstra, ia bisa terjaga di malam hari tanpa mengantuk untuk
berdo’a. Karena rasa buah ini sedikit pahit, biarawan lain mulai mengolahnya
dengan memanggang dan menyeduh buah tersebut. Sejak itu kopi dikenal menjadi
minuman yang bisa memberikan kekuatan ekstra dan mengusir kantuk.5
Ali bin Omar
al Sadhili
Konon di
kota Mocha, Yaman, hidup seorang tabib sekaligus sufi yang taat beribadah,
namanya Ali bin Omar al Shadhili. Omar terkenal sebagai tabib handal yang bisa
menyembuhkan penyakit dengan memadukan tindakan medis dan do’a. Namun sepak
terjang Omar tidak disukai oleh penguasa lokal. Dengan berbagai intrik Omar
digosipkan bersekutu dengan setan untuk menyembuhkan pasiennya. Akhirnya
masyarakat kota Mocha mengusir Omar ke luar kota.
Setelah
terusir dari kota, Omar berlindung di sebuah gua yang ia temukan dalam
perjalanan. Ia mulai kelaparan dan menemukan buah beri berwarna merah. Omar
memakan buah itu untuk mengusir rasa laparnya. Karena rasanya pahit, ia mulai
mengolah buah itu dengan cara memanggang dan merebusnya.
Namun biji
kopi yang telah diolah Omar tetap tidak bisa dimakan. Ia pun hanya bisa meminum
airnya. Tak disangka air yang ia minum memberikan kekuatan ekstra. Singkat
cerita, air seduhan yang dibuat Omar mulai terkenal. Banyak orang yang
memintanya kepada Omar. Hingga fenomena terdengar penguasa kota. Kemudian Omar
dipanggil kembali untuk tinggal di kota. Obat mujarab berupa cairan hitam
tersebut disebut dengan nama Mocha.6
Asal usul
tanaman
Hampir semua
literatur yang membahas sejarah kopi menyetujui asal mula tanaman kopi dari
Abyssinia, suatu wilayah di Afrika yang dahulu ada di bawah Kekaisaran Etiopia.
Saat ini wilayah tersebut mencakup teritori negara Etiopia dan Eritrea. Di masa
awal semua tanaman kopi yang dibudidayakan merupakan jenis kopi arabika (Coffea
arabica).
Dari
Abyssinia tanaman kopi dibawa dan dibudidayakan di Yaman. Diperkirakan tanaman
kopi mulai dibudidayakan di Yaman pada tahun 575 Masehi. Pada masa ini
perkembangan budidaya kopi berjalan lambat. Biji kopi hanya diperdagangkan ke
luar Arab lewat pelabuhan Mocha di Yaman.
Para
pedagang Arab mencoba melindungi eksklusifitas tersebut dengan mewajibkan
merebus biji kopi yang akan diperdagangkan. Dengan harapan biji kopi tersebut
tidak bisa ditumbuh menjadi tanaman.
Penyebaran
ke Asia Selatan dan Asia Tenggara
Upaya untuk
mengisolasi biji kopi oleh para pedagang Arab tidak berhasil. Pada tahun 1616
orang Belanda berhasil membawa tanaman kopi dari pelabuhan Mocha ke Holand,
Belanda. Tahun 1658 bangsa Belanda mulai mencoba membudidayakan tanaman kopi di
Srilangka. Tidak ada laporan budidaya tanaman ini menuai sukses besar.
Diketahui
juga orang-orang Eropa pernah mencoba membudidayakan tanaman kopi di Dijon,
Perancis. Namun upaya ini gagal total, kopi tidak bisa tumbuh di tanah Eropa.
Selain lewat
pelabuhan ternyata banyak pintu masuk lain yang memungkinkan lalu lintas
perdagangan biji kopi. Salah satunya lewat perjalanan para peziarah yang ingin
berhaji ke Mekah dan Madinah. Pada tahun 1695 Baba Budan, seorang peziarah dari
India, berhasil membawa biji kopi produktif ke luar Arab. Ia membudidayakan
tanaman kopi di Chikmagalur, India bagian Selatan.
Pada tahun
1969 Belanda mendatangkan kopi dari Malabar, India, ke Pulau Jawa. Tanaman kopi
tersebut berasal dari biji yang di bawa dari Yaman ke Malabar. Tanaman kopi
yang tersebut ditanam di Kadawung, namun upaya ini gagal karena banjir.
Tiga tahun
kemudian Belanda mendatangkan kembali stek kopi dari Malabar. Upaya kali ini
menuai sukses. Kopi tumbuh dengan baik di perkebunan-perkebunan di Jawa. Hasil
produksinya menggeser dominasi kopi Yaman. Bahkan saat itu Belanda menjadi
pengekspor kopi terbesar di dunia.
Penyebaran
ke Amerika dan kepulauan sekitarnya
Kopi
didatangkan ke wilayah Amerika dan kepulauan di sekitarnya lewat dua pintu. Di
mulai pada tahun 1706 ketika Belanda membawa tanaman kopi dari Jawa ke kebun
raya di Amsterdam. Dari Amsterdam tanaman kopi di bawa ke Suriname. Sebagian
lain diberikan sebagai hadiah kepada Raja Louis XIV di Paris.
Pada tahun
1720 tanaman kopi dari Paris dibawa untuk ditanam di koloni Perancis di
Kepulauan Karibia. Kisah perjalanan tanaman kopi sangat populer. Diceritakan
sebuah pohon kopi yang di bawa dengan kapal Perancis bisa tetap hidup karena
disirami dengan air minum milik petugas pembawanya. Semua tanaman kopi yang
berasal dari sumber di Amsterdam ini dikenal dengan kultivar Typica.
Jalan lain
tanaman kopi masuk ke Amerika lewat Pulau Bourbon, sekarang La Reunion. Tanaman
berasal dari biji yang diberikan oleh utusan Sultan Yaman kepada Raja Louis XIV
pada trahun 1715. Perancis menerima 60 butir benih kopi di Bourbon. Kemudian
benih ini menyebar ke daerah jajahan Perancis di Amerika dan daerah lainnya.
Tanaman kopi ini dikenal dengan kultivar Bourbon.
Kedua
kultivar kopi arabika, yakni Typica dan Bourbon dipercaya menjadi sumber
tanaman kopi yang saat ini dikembangkan di berbagai perkebunan.
Dokumen
tertulis yang paling tua tentang kopi ditemukan dalam catatan Al Razi (850-922)
seorang ilmuwan muslim yang juga ahli kedokteran. Dia menyebut suatu minuman
yang ciri-cirinya mirip kopi dengan sebutan bunshum.
Catatan ini
diperkuat oleh seorang ahli kedokteran setelahnya, Ibnu Sina (980-1037 ), yang
menggambarkan sesuatu biji yang bisa diseduh dan berkhasiat menyembuhkan salah
satu penyakit perut. Semua keterangan yang diberikan Ibnu Sina merujuk pada
ciri-ciri kopi yang kita kenal saat ini. Dia menyebut minuman tersebut bunshum
dan bijinya dengan nama bun.
Kopi menjadi
komoditas ekonomi penting di dunia islam. Minuman kopi sangat populer di
kalangan para peziarah di kota Mekah, meskipun pernah beberapa kali dinyatakan
sebagai minuman terlarang. Para peziarah meminum kopi untuk tetap terjaga
ketika beribadah di malam hari.
Popularitas
kopi semakin meluas di masa kekhalifahan Turki Ustmani. Di ceritakan minuman
kopi menjadi sajian utama di setiap perayaan di Istambul. Di masa ini juga kopi
mulai disukai orang-orang Eropa.
Di awal
tahun 1600-an para pedagang di Venesia membeli kopi dari pelabuhan Mocha di
Yaman. Dari tempat ini menyebar ke daerah Eropa lainnya. Kemudian pada tahun
1668 kopi mulai menyeberang samudera Atlantik dan tiba di New York, kala itu
masih menjadi kooni Belanda.
Sejarah kopi
di Indonesia dimulai pada tahun 1696 ketika Belanda membawa kopi dari Malabar,
India, ke Jawa. Mereka membudidayakan tanaman kopi tersebut di Kedawung, sebuah
perkebunan yang terletak dekat Batavia. Namun upaya ini gagal kerena tanaman
tersebut rusak oleh gempa bumi dan banjir.
Upaya kedua
dilakukan pada tahun 1699 dengan mendatangkan stek pohon kopi dari Malabar.
Pada tahun 1706 sampel kopi yang dihasilkan dari tanaman di Jawa dikirim ke
negeri Belanda untuk diteliti di Kebun Raya Amsterdam. Hasilnya sukses besar,
kopi yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik. Selanjutnya tanaman
kopi ini dijadikan bibit bagi seluruh perkebunan yang dikembangkan di
Indonesia. Belanda pun memperluas areal budidaya kopi ke Sumatera, Sulawesi,
Bali, Timor dan pulau-pulau lainnya di Indonesia.
Pada tahun
1878 terjadi tragedi yang memilukan. Hampir seluruh perkebunan kopi yang ada di
Indonesia terutama di dataran rendah rusak terserang penyakit karat daun atau
Hemileia vastatrix (HV). Kala itu semua tanaman kopi yang ada di Indonesia
merupakan jenis Arabika (Coffea arabica). Untuk menanggulanginya, Belanda
mendatangkan spesies kopi liberika (Coffea liberica) yang diperkirakan lebih
tahan terhadap penyakit karat daun.
Sampai
beberapa tahun lamanya, kopi liberika menggantikan kopi arabika di perkebunan
dataran rendah. Di pasar Eropa kopi liberika saat itu dihargai sama dengan
arabika. Namun rupanya tanaman kopi liberika juga mengalami hal yang sama,
rusak terserang karat daun. Kemudian pada tahun 1907 Belanda mendatangkan
spesies lain yakni kopi robusta (Coffea canephora). Usaha kali ini berhasil,
hingga saat ini perkebunan-perkebunan kopi robusta yang ada di dataran rendah
bisa bertahan.
Pasca
kemerdekaan Indonesia tahun 1945, seluruh perkebunan kopi Belanda yang ada di
Indonesia di nasionalisasi. Sejak itu Belanda tidak lagi menjadi pemasok kopi
dunia.
Berdasarkan
catatan International Coffee Organization (ICO), terdapat 4 jenis kopi yang
diperdagangkan secara global yakni kopi arabika, kopi robusta, kopi liberika
dan kopi excelsa.7 Keempat jenis kopi tersebut berasal dari 3 spesies tanaman
kopi. Arabica dihasilkan oleh tanaman Coffea arabica. Robusta dihasilkan
tanaman Coffea canephora. Sedangkan liberika dan excelsa dihasilkan oleh
tanaman Coffea liberica, persisnya Coffea liberica var. Liberica untuk kopi
liberika dan Coffea liberica var. Dewevrei untuk kopi excelsa.
Era awal
Di masa awal
kopi hanya dikenal di masyarakat islam di jazirah Arab. Di awal abad ke-17 kopi
mulai diperdagangkan ke luar Arab lewat pelabuhan Mocha di Yaman. Para pedagang
Arab memonopoli komoditas ini untuk jangka waktu yang lama.
Menginjak
abad ke-18, bangsa Eropa mulai memproduksi kopi di luar Arab. Hingga pada tahun
1720 Belanda menggeser Yaman sebagai eksportir kopi dunia. Produk Belanda
didapatkan dari perkebunan-perkebunan kopi di Jawa dan pulau-pulau sekitarnya,
saat ini menjadi wilayah Indonesia. Indonesia menjadi produsen kopi terbesar
dunia hampir satu abad lamanya.
Pada tahun
1830 posisi Indonesia sebagai produsen kopi terbesar digeser Brasil. Hingga
saat Brasil tercatat sebagai penghasil kopi terbesar dunia.
Era modern
Perdagangan
tanaman kopi
Volume
perdagangan biji kopi dari tahun 1920-2008. (Grafik: S Oestreich-Janzen, 2013)
Dewasa ini
kopi ditanam di lebih dari 50 negara di dunia. Brasil, Vietnam, Kolombia,
Indonesia dan Etiopia merupakan negara-negara penghasil kopi paling terbesar.
Brasil
merupakan penghasil kopi paling dominan. Jumlah produksi kopi kopi berhasil
sekitar sepertiga dari total produksi kopi dunia. Pada tahun 2015 Brasil
menghasilkan sekitar 2,5 juta ton biji kopi. Produksi kopi di Brasil didominasi
oleh jenis arabika sekitar 80%, sisanya robusta. Kopi arabika dinilai lebih
baik dan dihargai lebih tinggi dibanding jenis kopi lainnya.
Sementara
itu, pada tahun 2015 Indonesia menempati posisi ke-empat negara penghasil kopi.
Menurut Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI), sekitar 83% produksi kopi
Indonesia dari jenis robusta dan 17% arabika.8 Indonesia juga menghasilkan kopi
jenis liberika dan excelsa namun jumlahnya tidak signifikan bila dibandingkan
arabika dan robusta.
Sumber &
Referensi
Cramer, J.S. 1957. A Review of Literature of
Coffee Research in Indonesia. SIC Editorial, Inter-American Institute of
Agriculture Science, Turrialba, Costa Rica. ↩
Gabriella Teggia and Mark Hanusz. 2003. A Cup
of Java. Equinox Publishing, Jakarta – Singapore. ↩
S Oestreich-Janzen. 2013. Chemistry of
Coffee on Comprehensive Natural Products II: Chemistry and Biology, p
1085-1113. Elsevier. ↩
William H. Ukers. 1922. All about coffee.
The Tea and Coffee Trade Journal Company. New York. ↩
The Origin of Coffee: Kaldi and the Dancing
Goats. Coffee Crossroads. ↩
Coffee legends. Turkish Style Coffee. ↩
Glossary Of Terms Used. International
Coffee Organization (ICO). ↩
Areal dan Produksi. Gabungan Asosiasi
Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) ↩