Belanja Pegawai Kota Payakumbuh Masih Tinggi, Capai 56% Dari APBD
Payakumbuh --- Belanja Pegawai masih mendominasi sebagai penyerap terbesar dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Payakumbuh tahun 2025, yakni sebanyak 427,78 Miliar (56%).
Padahal sebelumnya, pada APBD 2024, belanja pegawainya hanya sebesar 407,33 Miliar. Artinya Pemko Payakumbuh menambah belanja pegawai sekitar 20 miliar untuk 2025 ini.
Proporsi belanja pegawai yang sangat besar tentu menggerus porsi belanja pembangunan. Padahal, dalam konteks pembangunan berkelanjutan, belanja daerah seharusnya berorientasi pada investasi sosial, ekonomi, dan infrastruktur yang mendorong pertumbuhan jangka panjang. Belanja yang terlalu administratif berdampak pada rendahnya nilai tambah anggaran terhadap kesejahteraan masyarakat.
Ironisnya Pemerintah Kota Payakumbuh menargetkan pendapatan daerah pada 2025 hanya sebesar 762,79 Miliar, dengan target pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 157,99 Miliar, jumlah ini cukup kecil, rasio PAD terhadap APBD sekitar 20 persen. Bisa dikatakan daerah terlalu bergantung kepada transfer dari pemerintah pusat.
Dari data yang diperoleh media dari Badan Keuangan Kota Payakumbuh, pada APBD 2025 ini, belanja pegawai diproyeksikan ditambah pada APBD perubahan 2025, sebesar Rp. 618.040.448,00, namun belum ketok palu.
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam LHP BPK tahun 2025 menyatakan Pemberian TPP Kota Payakumbuh belum menggambarkan rasa keadilan, capaian kinerja, disiplin, dan tanggung jawab penerima dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan pemberian TPP yaitu peningkatan kinerja ASN.
Pemerintah Kota Payakumbuh pada Tahun 2024 menganggarkan Belanja Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar Rp112.186.585.819,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp102.359.074.722,00, dengan rincian Belanja Tambahan Penghasilan ASN dengan anggaran Rp. 59.660.600.030 dan direalisasikan Rp. 52.036.456.308. Serta Tambahan Penghasilan Berdasarkan Pertimbangan Objektif Lainnya ASN dianggarkan Rp. 52.525.985.789 dan direalisasikan Rp. 50.322.618.414.
Ketua DPRD Kota Payakumbuh Wirman Putra selaku Ketua Badan Anggaran di DPRD, kepada media, Jumat (19/9) menilai dengan masih tingginya belanja pegawai di Kota Payakumbuh, maka Persentase Belanja Pegawai terhadap Belanja Daerah menjadi 30% cenderung sulit untuk diwujudkan Pemerintah Kota Payakumbuh pada tahun 2027.
"Saat rapat paripurna dulu, kami sudah menyampaikan pemandangan umum Fraksi Golkar, agar Wali Kota melakukan perampingan SOTK atau dinas dan pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) untuk menyesuaikan belanja pegawai, karena ini amanat Pasal 146 UU HKPD yang mensyaratkan belanja pegawai pada APBD dibatasi sebesar 30% dari total belanja," ujarnya.
Dia menambahkan, rendahnya alokasi untuk belanja modal mengindikasikan keterbatasan ruang fiskal untuk investasi pembangunan fisik dan penguatan infrastruktur pelayanan publik. Kondisi ini dapat menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi daerah, terutama dalam jangka menengah dan panjang.
Sementara itu, pada tahun anggaran 2024, berdasarkan dokumen Ringkasan Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2024, total pendapatan Kota Payakumbuh ditargetkan sebesar Rp. 726.107.543.916,00.
Pendapatan ini terbagi ke dalam tiga komponen utama, yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp. 125.733.643.495,00 atau sekitar 17,3% dari total pendapatan. Pendapatan Transfer dari pemerintah pusat dan antar daerah sebesar Rp. 598.837.900.421,00 atau 82,5%. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, seperti hibah dari pusat, sebesar Rp. 1.536.000.000,00.
Komposisi ini menunjukkan ketergantungan fiskal yang masih sangat tinggi pada dana transfer, di mana PAD belum mampu menopang kebutuhan belanja secara mandiri. Dominasi transfer pusat, terutama dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), mencerminkan lemahnya basis ekonomi lokal serta perlunya optimalisasi sektor-sektor potensial yang bisa meningkatkan penerimaan asli daerah.
Untuk mengukur sejauh mana APBD selaras dengan visi pembangunan daerah, perlu dianalisis alokasi anggaran terhadap sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan pengentasan kemiskinan. Alokasi DAU dan DAK menunjukkan komitmen pusat terhadap bidang ini, namun pemanfaatannya di daerah harus diarahkan pada hasil, bukan sekadar penyerapan anggaran.
Sesuai dengan prinsip money follows program, belanja seharusnya mengikuti prioritas program pembangunan, bukan berdasarkan rutinitas belanja tahunan. Payakumbuh dapat memanfaatkan instrumen perencanaan seperti RKPD, Renja OPD, dan indikator kinerja untuk menjamin konsistensi antara kebijakan fiskal dan arah pembangunan daerah. (FS)
